"Satu peluru hanya mampu menembus satu kepala, namun satu tulisan mampu menembus ribuan bahkan jutaan kepala" Sayyid Qutb (1906-1966).
Secara bahasa, kata media memiliki makna sebagai alat. Sedangkan secara istilah, media bermakna sebagai alat untuk menyebarkan atau menyampaikan informasi, dan juga berkomunikasi. Maka dari itu, kata media, lebih akrab Kita dengar dalam ranah teknologi infokom dan pendidikan.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan media informasi semakin berkembang. Di zaman prasejarah, Kita mengenal lukisan yang tertempel di Goa sebagai alat berbagi informasi dan komunikasi manusia pra sejarah. Kemudian media informasi ini berubah menjadi tulisan, yang dalam kepercayaan Islam, konon diciptakan oleh Nabi Idris AS.
Dari tulisan ini yang kemudian media infokom semakin berkembang, sehingga muncullah surat, kitab dan prasasti. Dan barulah di abad ke-19 muncul sebuah teknologi bernama telefon, yang memungkinkan seseorang berbicara dengan orang lain tanpa terhambat ruang dan waktu. Penemuan telefon ini menjadi tonggak berkembangnya teknologi infokom, hingga saat ini Kita bisa merasakan dan memanfaatkan berbagai teknologi, seperti gadget yang Anda pegang, wi-fi tetangga yang Anda bobol, dan website yang Anda tonton, dan televisi yang Anda punya meski jarang sekali ditonton.
Di Indonesia sendiri, ada banyak sekali media infokom yang berbedar, mulai dari media cetak seperti surat kabar, media elektronik seperti televisi dan radio dan media online seperti website dan media sosial. Bahkan, media elektronik dan cetak sudah mulai masuk ke media online. Di era millenial ini, masyarakat di Indonesia lebih akrab dengan media online, seperti trio aplikasi wajib di hanphone (WA,fb,Youtube/tidak semua orang memiliki akun dan aktif di instagram). Dilansir dari infokomputer.grid.id, Dari total populasi Indonesia sebanyak 274,9 juta jiwa, pengguna aktif media sosialnya mencapai 170 juta, yang berarti sekitar 61,8 persen dari total Penduduk Indonesia pada Januari 2021.
Dari angka yang sangat besar ini, tentunya ada sisi plus dan minus dalam perkembangan media di Indonesia. Plusnya adalah, Masyarakat bisa mendapatkan informasi lebih mudah. Dan minusnya adalah masyarakat tidak bisa menyaring informasi real atau hoax yang beredar di media sosial, wabil khusus group WhatsApp keluarga atau wali murid, yang berperan penting dalam menyebarnya informasi hoax. Dan ketika mendapatkan informasi Hoax, pasti Anda tahu lah apa yang akan terjadi. Selain menyebarnya informasi palsu, media juga berperan dalam perkembangan psikologis, tidak terkecuali pada tingkatan usia. Dalam psikis seseorang, media juga bisa memberi aura positif maupun negatif, tergantung dari apa yang dinikmati.Â
Dari yang Kami alami, kedua pengaruh media ini yang paling besar pengaruhnya adalah psikologis. Seperti contoh ketika Kami mendapatkan info Hoax tentang Covid-19 adalah konspirasi Yahudi, seketika perasaan Kami dilanda cemas yang tak perlu. Hal ini juga dialami Kakek Kami, yang sudah malas untuk nonton berita di tv, karena yang disiarkan hanya berita angka kematian Covid-19. Beda cerita jika Kami menonton hal-hal favorit Kami, seperti anime bajakan, video lucu, dan lain sebagainya, yang seketika bisa merubah mood Kami menjadi lebih baik.
Selain sisi psikologis, media di Indonesia, khususnya medsos, sangat berpengaruh di ranah politik. Semua pejabat negara pasti memiliki akun medsos, yang aktivitasnya sebagai pejabat publik akan dikabarkan via medsos. Hal ini tentu baik, sebab rakyat (yang follow) bisa mengetahui aktivitas dan program apa saja dari Pempimpinnya. Dan apa hal negatifnya? Dalam ranah politik, hal negatif dari medsos lebih terasa bagi Kami, dan itu hanya buang-buang waktu. Dalam ranah politik, Kita mengenal istilah Buzzer, meski Buzzer tidak selalu dalam ranah politik, tapi di Indonesia, Buzzer dan Politik sudah saling berhubungan. Kalau spesies satu ini sudah bergerak, akal sehat yang tidak akan bergerak. Karena promosi Mereka, lebih meyakinkan dari salles blander yang datang ke rumah-rumah.
Dengan bergeraknya Buzzer, masyarakat terbutakan akan fakta yang ada, Mereka cenderung menerima info secara mentah-mentah. Namun perlu diingat, Buzzer tidak hanya pro terhadap Pemerintah, namun ada juga yang kontra yang digerakkan oleh pihak oposisi. Efek samping dari kehadiran Buzzer di tengah-tengah medsos ini sangat Kami rasakan, bahkan Kami juga salah satu korban. Sebagaimana contoh postingan fb yang dishare Bapack-bapack di fb yang berisi tentang prestasi Presiden Joko Widodo, seketika apa yang Kami baca langsung mempengaruhi Psikologis Kami. Dan ada lagi akun Bapack-bapack yang ngeshare postingan serupa, namun menyerang Presiden Jokowi, yang mengatakan bahwa Bapak Presiden itu...........
Orang yang faham bahwa postingan yang beredar luas ini hanyalah propaganda tidak akan mudah terpengaruh, dan akan mengabaikan hal semacam ini. Namun, bagaimana dengan Mereka yang masih baru di medsos? Yah tentu Kalian sudah tahu sendiri lah gimana jadinya. Dan sekali lagi, psikis dikorbankan hanya demi Kepentingan Mereka!Â
Semua orang sepakat bahwa, media bisa menjadi teman bagi Kita, dan bisa juga menjadi musuh, tergantung bagaimana Kita memakainya. Di masa pendemi ini, jangan abaikan kesehatan mental, sebab fikiran dan perasaan menentukan bagaimana kesehatan fisik Kita. Maka dari itu, marilah Kita bersama-sama menjaga kesehatan mental Kita. Sembunyikan dan hindari informasi yang bisa memperburuk mood Kita, dan manfaatkan media sebagaimana mestinya, yang tentunya bisa membuat Kita bahagia.