Bagi keluarga besar Pahlawan Kemerdekaan Nasional KH Zainul Arifin, pencalonan mitra pejuang dakwah, militer dan politik KH Masykur sebagai Pahlawan Nasional merupakan kabar yang sudah lama dinanti-nantikan. Kiai Masykur bahu membahu dengan Zainul Arifin berjuang lewat laskar santri Hizbullah dimana Arifin merupakan panglimanya dan laskar kiai Sabilillah dibawah komando Kiai Masykur.
Di bidang politik kedua kiai berbagi tugas dengan Kiai Masykur di lembaga eksekutif sebagai Menteri Agama dan Zainul di legislatif bermula sebagai anggota Badan Pekerja KNIP hingga menjadi Ketua DPRGR menjelang akhir hayat.
LATIHAN PERANG TANAH LIAT
Zainul Arifin dan Kiai Masykur adalah lulusan pelatihan semi militer Hizbullah angkatan pertama di Cibarusah yang berlangsung 3 bulan lamanya awal tahun 1945 diikuti sekira 500 tokoh pemuda santri. Latihannya berdisiplin tinggi dan sangat berat. Yang diulang-ulang ialah latihan perang-perangan dengan senjata dari kayu.
Selain itu juga dilatihkan teknik perang gerilya dan pembuatan bom molotov. Dilangsungkan di daerah bertanah liat pelbagai kesulitan medan dan penyakit malah menguatkan fisik dan mental baja para pesertanya. Dibekali semangat Bushido ala Jepang, rasa cinta tanah air dan semangat bela negara menggelora di antara para peserta.
Selesai pelatihan angkatan pertama Zainul Arifin dan Masykur berpisah karena berbagi tugas. Kiai Masykur dan Wahid Hasyim menjadi anggota BPUPKI guna mempersiapkan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sedangkan Zainul Arifin selaku Panglima Hizbullah  betugas mengomandani pelatihan spiritual di Mesjid Kauman, Malang.
Pasukan Santri Hizbullah digembleng kedisiplinan spiritual langsung di bawah Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari, Wahab Chasbullah dan kiai-kiai sepuh lainnya. Kalau di BPUPKI persiapannya apabila pemindahan kekuasaan berlangsung damai, pelatihan spiritual Hizbullah di Malang siaga mengantisipasi jika peperangan harus berlangsung demi merebut kemerdekaan yang sudah di depan mata.
Begitu tekun dan disiplinnya pasukan Hizbullah bertekad bulat menyiapkan diri untuk berjihad, sampai-sampai para pesertanya tidak menyadari kalau Proklamasi Kemerdekaan sudah dikumandangkan Sukarno - Hatta pada 17 Agustus 1945. Zainul Arifin segera kembali ke Jakarta untuk bergabung dengan tokoh-tokoh bapak bangsa lainnya. NU kemudian bergabung dengan Partai Masyumi.
RESOLUSI JIHAD
Pembagian tugas di pusat pemerintahan terjadi lagi. Wahid Hasyim memasuki lembaga eksekutif sebagai Menteri Negara sedangkan Zainul Arifin duduk di Badan Pekerja (BP) KNIP cikal bakal Parlemen RI. Kiai Masykur kembali ke PBNU. Situasi berubah ketika Belanda mengekor Tentara Sekutu ingin kembali menjajah Republik yang baru beberapa bulan berdiri. Di pemerintahan pusat terjadi perbedaan kubu: antara yang ingin berunding dengan yang siap berperang mempertahankan kemerdekaan.
Sebagai Laskar yang paling siap berperang, Hizbullah cenderung memilih mempertahankan kemerdekaan habis-habisan di medan perang. Ini dibuktikan dengan dikerahkannya seluruh potensi pesantren untuk langsung terjun ke pertempuran dengan dibentuknya pasukan kiai-kiai pesantren Sabilillah dibawah Kiai Masykur dan pasukan Mujahidin di komandani Wahab Chasbullah.