Sebelum kita membahas tentang apa itu pamer. Ada baiknya kita memahami definisi pamer itu sendiri.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pa*mer /pamr/ v menunjukkan (mendemonstrasikan) sesuatu yang dimiliki kepada orang lain dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan untuk menyombongkan diri: pembangunan industri berteknologi canggih dilakukan bukan untuk --;
Tidak sedikit masyarakat melakukan kegiatan pamer untuk bersenang-senang. Memenuhi eksistensi. Memenuhi tuntutan zaman. Untuk membuat orang lain iri atas ketidakpunyaannya terhadap barang atau objek yang dimiliki oleh sosok yang memamerkan.
Ketika memiliki suatu barang yang telah lama diidamkan manusia cenderung merasa bangga dan ingin memberitahukan kepada dunia bahwa ia telah memiliki sesuatu yang telah diidamkannya setelah sekian lama.
Materialisme adalah salah satu contohnya. Seseorang meyakini bahwa nilai atau bobot seseorang dapat ditafsirkan dari benda yang dimilikinya.
Disini penulis tidak memiliki tendensi apapun terhadap mana yang baik pamer atau tidak, meskipun pada dasarnya barang itu adalah barang yang telah lama didambakan.
Aktivitas pamer adalah hak asasi manusia. Siapapun berhak melakukannya. Sebagai pembaca yang berliterasi tentu tidak langsung memakan sebuah informasi secara mentah-mentah.
Tidak usah jauh-jauh berliterasi. Ketika harga pangan di media sosial mengalami kenaikan, saya spontan langsung  pergi melakukan survei untuk kepuasan pribadi apakah hal tersebut benar atau tidak.
Tetapi yang menarik daripada aktivitas pamer adalah ketika setelah melihatnya seseorang memamerkan kebendaannya kita kemudian menjadi terdorong untuk memiliki hal serupa, meskipun objeknya tidak sama.
Lalu apa hubungan pamer dan hak asasi manusia?