Mohon tunggu...
Ario Aldi L
Ario Aldi L Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Menulis ketika senggang, semakin banyak belajar semakin tidak tau apa-apa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terperangkap

2 Juli 2022   15:40 Diperbarui: 2 Juli 2022   15:45 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Pixabay, Tangan Gadis Lampu

"Apabila besok adalah hari ini, dan besoknya lagi adalah kemarin maka hari ini adalah hari apa?"

"Jika besok adalah hari ini dan besoknya adalah kemarin, tentu saja hari ini adalah besok"

"Bagaimana kau tahu?"

Baca juga: Kehujanan

"Kau sudah menyebutkannya"

"Tapi, bagaimana kau begitu yakin dengan hanya sepintas saja mendengarkannya"

"Karena kau yang berbicara"

"Bagaimana kalau aku berbohong?"

Baca juga: Obrolannya Rumit

"Tentu saja kebohonganmu adalah jawabannya"

Baca juga: Rumah Komplek

"Hari ini masih sama seperti kemarin"

"Maksudmu sama apanya?"

"Tetap panjang dan tidak diketahui muaranya"

"Bagaimana mungkin kita bisa bertemu kembali?"

"Aku pun berpikir demikian, setelah ada sesuagu yang mengganjal difikiran ada benarnya perkataanmu"

"Tentang apa?"

"Tentang panjang dan tidak jelasnya hari ke hari"

"Aku mulai berfikir"

"Soal apa?"

"Bagaimana jika toko tempat kita bertemu tidak ada besok atau lusa"

"Lalu?"

"Bagaimana jika jalanan tiba-tiba ditutup sehingga rute yang biasanya dilewati harus berubah"

"Maksudmu kau bisa marah apabila toko ini tiba-tiba saja libur, atau penjualnya dengan sengaja berlibur ke luar kota sambil bersenang-senang sementara kita tidak bisa bertemu?"

"Aku tidak mengkhawatirkan soal itu"

"Lalu tentang apa?"

"Tentu saja perutku bisa mual jika tidak mengkonsumsi hal - hal yang sama pada waktunya"

"Artinya kau mudah bosan?"

"Bukan aku yang menjawabnya, pernah suatu waktu pada masa lampau seorang anak kulihat menangis hanya karena penjual yang biasanya menjual makanan tidak berada di toko"

"Lalu dengan maksud itu kau fikir itu adalah kamu"

"Bagaimana kau tahu?"

"Kau selalu berputar pada hal - hal semacam itu, tapi baru kali ini aku melihat sesuatu yang lain dari putaran perbincanganmu"

"Mengapa kau tertarik pada caraku berbincang?"

"Mungkin terdapat semacam perasaan aman ketika kau mempu berbicara tentang apapun"

"Kufikir itu hanyalah sebuah kebetulan belaka"

"Mana mungkin perutmu bisa mual sedang tidak ada makanan lain yang diharuskan masuk ke perutmu selain makanan lainnya"

"Aku tidak pernah berfikir semacam itu, alangkah baiknya aku mulai berfikir seperti itu"

"Mari kita mencobanya kembali"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun