Umumnya orang-orang zaman sekarang telah meninggalkan hal-hal yang dianggap sudah tidak masuk dalam tren atau apapun itu yang ketika dalam kehidupan sosial orang mengerti dan paham dari aktivitas yang dilakukan tersebut.
Kita akan mengerti jika mau memahami. Tapi yang lebih relevan dan masuk akal adalah sederhana dan mudah dipahami, tentunya tetap berbobot. Kiranya ada hal yang lebih masuk akal daripada hal tersebut yaitu tentang sosialitas yang membara diantara semu.
Maksudnya adalah dalam seminggu tidak melulu realita yang sesuai dengan ekspetasi melulu terjadi. Rentang tersebut sering diartikan sebagai gejolak paradigma dan gejolak realitas.
Artikel sebelumnya : RUU PKS Mania
Bagi sebagian khalayak hal-hal tertentu yang masih banyak dilakukan dan dijadikan aktivitas sehari-hari menganggapnya dan mengklasifikan kedalam label classic.
Misalnya budaya vespa, budaya kaset phonograph atau kegiatan-kegiatan fisik yang masih harus tetap ada dan dijaga eksistensinya. Seperti dalam tulisan-tulisan Kompasianer yang telah cukup lama menulis di platform ini yaitu Mbah Ukik.Â
Meskipun saya sadar betul bahwa tulisan-tulisannya memang cenderung monoton dan bahasan yang terlalu umum sehingga esensi dari tulisan itu sendiri memudar dan tenggelam dalam realitas yang utopis.Â
Tapi saya tetap menghormatinya sebagai kompasianer yang telah mendapat label profil "Penjelajah" tersebut. Kalau bukan karena labelnya memang karena apanya--haha. Orang-orang hari ini cenderung membutuhkan euforia praktis dengan modal sedikit-dikitnya--maafkan saya Adam Smith. Memang realita itulah yang sedang terjadi pada hari ini.Â
Baca :Â Manifestasi Kerancuan Global
Monoton dan membosankan. Titik balik dari kedua hal tersebut adalah perangai bagi generasi muda. Sudah semestinya para generasi muda memberikan penawaran budaya yang lebih estetik dan adorabel. Jika banyak yang bertanya tentang bagaimana tentang kebutuhan subyektivitas dan realita riil?Â