Mohon tunggu...
Ario Aldi L
Ario Aldi L Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Menulis ketika senggang, semakin banyak belajar semakin tidak tau apa-apa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dilematis Orang Penting

8 November 2018   20:58 Diperbarui: 29 Juli 2022   04:20 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : pixabay.com


Teng, teng, teng. Jam berada tepat di antara pukul 19 dan 21.

Orang berlalu lalang, stasiun dipadati ratusan tubuh manusia. Sangat ramai juga bising namun sejatinya sepi dan menjelma kekosongan. Stasiun memang seperti itu menurutku. Norak, kurang edukasi dan sosialisasi tentang pentingnya bermanusia pada siapapun bahkan apapun. Meskipun tak tahu esok akan berjumpa kembali atau tidak.

Baca juga: Modernisasi Ideal

Untuk tuan-tuan yang merasa harga dirinya tak pantas disama-ratakan terhadap kami. Kalangan yang tuan anggap tak perlu ada. Kalau suatu saat ban mobil tuan pecah ketika hendak menuju kantor istimewa tuan, tolong pertahankan sifat tuan itu. Jangan tuan titipkan mobil mahal tuan itu pada kami. Apa susahnya untuk sekedar bertukar senyum seperti saat duduk bersebelahan, tak sengaja berpapasan.

Apa karena kepintaran  tuan membodohi tuan? Sehingga esensi kemanusiaan tuan tak pernah digunakan. Dengan dagu terangkat dan bibir sedikit terbuka seolah berbisik

"Asal tak melanggar hukum apa saya bisa dikatakan salah?"

"Hahahhaha. Tentu tidak tuan, tuan tidak pernah salah. Apapun yang tuan lakukan pasti disertai dengan pertimbangan seorang pemikir kelas dunia. Kalau tuan salah, Kamilah yang seharusnya meminta maaf terlebih dahulu, karena membiarkan tuan melakukan hal yang salah"

Tak apalah mungkin leher tuan sedang sakit? Karena kerja lembur semalaman. Tapi tak nampak kantong mata tuan menghitam karenanya. Ahh biarlah.

Baca juga: Jongos

Sekali lagi tuan, meskipun tuan bergabung dengan 'Tuan-tuan' bahkan 'Nyonya-nyonya' dari seluruh penjuru dunia sekaligus. Maaf hati dan pikiran kami tak bisa kami biarkan terinjak modernisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun