Baru-baru ini saya menghadiri acara resepsi pernikahan anak seorang teman lama. Teman saya itu memang mantan direktur sebuah BUMN besar. Tidak heran, diantara tetamu yang hadir banyak pejabat yang masih aktif atau mantan pejabat penting dari kalangan pemerintah dan swasta. Yang menarik perhatian saya adalah: banyak sekali, boleh dikata mayoritas, karangan bunga ucapan selamat dengan identitas pengirim yang ditulis dengan huruf besar dan terlihat mencolok, dengan tata kalimat lebih kurang sebagai berikut: (Nama Pengirim), Direktur Utama PT Anu Inernational; (Nama Pengirim), Komisaris Utama PT ABCDE Tbk, dan seterusnya.
Saya merasa risih dengan pencantuman nama dan gelar yang terkesan vulgar seperti itu. Terlepas dari apakah karangan bunga tersebut dibiayai dengan uang yang berasal dari kas perusahaan, sumbangan dari rekanan bisnis, atau bahkan mungkin langsung dari kantong pribadi si direktur atau komisaris utama tersebut, tidakkah terasa lebih lembut dan dapat mewakili perusahaan secara keseluruhan (bukan sekedar atas nama pucuk pimpinan), jika kalimatnya disusun ulang, misalnya menjadi seperti ini: Direksi, Staff dan Karyawan PT Maju Terus Tbk. Dengan demikian, justru, kedudukan direktur menjadi lebih terhormat, menghargai keberadaan dan kebersamaan dengan staff dan karyawan dalam perusahaan, dan tidak terkesan ingin ditonjolkan.
Serupa tapi tak sama, adalah kebiasaan membacakan seluruh nama dan gelar seseorang ketika mempersilakan yang bersangkutan naik ke  panggung untuk memberikan sambutan dalam suatu acara. Sebagai contoh: 'Kepada Yang Terhormat Bapak Professor Doktor Haji (Nama Lengkap), Master of Engineering, Master of Business Administration, Insinyur Profesional Utama, Asean Engineer, waktu dan tempat kami serahkan'.Â
Saya yakin, yang bersangkutan pun akan merasa kurang nyaman, bukannya bangga, ketika seluruh gelar akademik dan non-akademik disebutkan satu persatu oleh pembawa acara. Memang kita bermaksud baik, memberikan penghormatan kepada yang bersangkutan, dengan tanpa melupakan satu pun gelar yang disandang. Tapi hal itu akan lebih mengena hanya dan hanya jika diterapkan pada acara resmi yang sifatnya akademis atau kedinasan, bukan pada acara yang sifatnya sosial dan kekeluargaan seperti akad nikah atau upacara pengebumian jenazah misalnya.
Di negara lain, utamanya di barat, gelar lengkap hanya dicantumkan pada surat-menyurat resmi yang berhubungan dengan pekerjaan. Tidak pernah dicantumkan atau disebut pada acara sosial baik didalam maupun diluar kantor. Bahkan mereka biasa saling memanggil dengan nama depan atau nama panggilan saja. Tentu kita tidak perlu meniru sepenuhnya cara mereka menyebut (memanggil) nama teman atau kenalan dalam berinteraksi.Â
Budaya timur memang mengharuskan kita menambahkan kata sandang 'Bapak' atau 'Ibu' didepan nama. Dan itu seharusnya sudah cukup, tidak perlu ditambahkan gelar-gelar akademik atau non-akademik yang lain, tanpa mengurangi rasa hormat kepada yang bersangkutan. Kalau belum terbiasa mungkin pembawa acara akan merasa canggung. Tapi patut dicoba, dan, kalau sudah ada yang memulai, yang lain akan segera menyusul. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H