Sudah dua tahun ini saya sekeluarga tinggal di Riyadh, Saudi Arabia. Sebelumnya kami tinggal di Malaysia 11 tahun, 6 tahun di Serdang (Selangor) dan 5 tahun di Gambang (Pahang). Asal mula kami pindah ke Saudi adalah karena 'kiamat sudah semakin dekat', dan tempat yang paling aman untuk menghadapi hari akhir adalah di Mekkah atau Madinah.
Setahun terakhir di Malaysia saya rajin mencari lowongan kerja di sekitar Mekkah, Madinah atau Jeddah, tapi belum berhasil. Dapatnya di Riyadh, tinggal 1000 km saja ke Mekkah atau Madinah. Jadi kami putuskan untuk memulai hidup baru di Saudi.
Berikut ini akan saya ceritakan suka-duka dan serba-serbi tinggal di negara Arab, mungkin berguna untuk mereka yang sedang mempersiapkan diri untuk bekerja di wilayah Timur Tengah, khususnya di Saudi Arabia.
Pengurusan Dokumen Rumit
Saya dapat tawaran mengajar di salah satu universitas negeri di Riyadh, Untuk mengurus visa kerja perlu beberapa dokumen penting, diantaranya ijazah pendidikan tinggi (S1, S2 dan S3) yang harus disahkan (attested) oleh Saudi Arabia Cultural Mission (SACM) di negara tempat ijazah itu dikeluarkan. Ini yang bikin rumit, karena tidak semua negara ada SACM, sehingga pengesahan harus dilakukan di negara lain yang mewakili Saudi.
Bayangkan, saya punya ijazah S1 dari Indonesia, S2 dari Thailand and S3 dari Inggris. Ijazah S1 dari Indonesia disahkan oleh SACM di Kuala Lumpur (KL), ijazah S3 dari Inggris oleh SACM di London.
Yang aneh, pejabat di Kedutaan Besar Saudi Arabia di KL mengatakan bahwa di Thailand tidak ada Kedutaan Saudi. Jadi saya disuruh mencari tahu sendiri negara mana yang mewakili Saudi di Thailand. Akhirnya dari browsing di internet saya mendapat informasi bahwa untuk universitas di Thailand pengesahan dilakukan di SACM Singapore.
Tidak perlu diceritakan panjang lebar disini, ijazah S1 saya urus sendiri di Yogyakarta (UGM) dan KL. Prosesnya singkat dan sederhana, ibarat di 'rumah sendiri'. Untuk pengurusan ijazah S2 saya harus berkunjung ke almamater saya di AIT (Bangkok), kemudian ke 'Directorate General of Higher Education' (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi) dan 'Ministry of Foreign Affairs' (Kementerian Luar Negeri), selanjutnya ke SACM di Singapore. Untuk itu saya harus ke Bangkok dan Singapore masing2 dua kali, karena prosesnya tidak mungkin selesai dalam 2-3 hari yang bisa ditunggu.
Pengurusan ijazah S3 dari Inggris ini yang jadi masalah. Saya tidak mungkin datang sendiri ke almamater saya di Leeds, kemudian ke Kedubes Saudi di London. Biayanya terlalu mahal dan makan waktu lama karena harus mengurus visa dan sebagainya. Ada teman lulusan universitas di Amerika Serikat yang sudah bekerja di Jeddah memberi saya nama biro jasa dan 'contact person' di London yang bisa membantu mengurus pengesahan ijazah disana.
Biayanya 2000 ringgit lebih ditambah ongkos kirim dokumen antara KL dan London (2 arah) dengan DHL. Waktunya diperkirakan 6 minggu. Saya tidak punya pilihan lain. Dengan rasa was-was ijazah S3 asli saya kirim ke London. Alhamdulillah setelah kira-kira 6 minggu saya mendapat kabar bahwa prosesnya sudah selesai, dan ijazah dikirim kembali ke Malaysia dengan selamat.
Tak kalah rumit adalah proses pemeriksaan kesehatan, yang harus dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Kedubes Saudi di Malaysia. Pemeriksaan sangat lengkap termasuk check darah, urine, faeces, rontgen dan vaksinasi meningitis, untuk semua anggota keluarga yang akan berangkat.