Arinta Widya Kasi Utami (Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar) dan Dr. Eka Titi Andaryani, S.Pd.,M.Pd., Dr (Dosen Pengampu Mata Kuliah Pengembangan Seni Budaya SD)
Berbicara mengenai pentingnya pendidikan mungkin sudah tidak terdengar asing di telinga kita. Tanpa membaca buku, menonton berita, dan bertanya pada ahli, sebagian besar dari kita sudah memahami betapa penting peran pendidikan untuk masa depan kita. Sebagaimana tertuang pada Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Dari peraturan perundang-undang tersebut, bisa kita memaknai bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan guna memperoleh ilmu pengetahuan, serta meningkatkan kualitas hidup melalui jenjang pendidikan dimulai dari jenjang taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi.
Bangku sekolah dasar, merupakan saat-saat dimana umumnya anak mengalami proses bertumbuh dan berkembang. Pada saat inilah anak-anak usia 7-12 tahun mengembangkan berbagai kemampuan yang ia miliki, mengeksplor segala kemampuan yang ia siapkan untuk masa dewasanya nanti. Sekolah dasar yang bisa menjadi tempat belajar sekaligus bermain dianggap dapat meningkatkan motivasi dan rasa antusias siswa. Lingkungan belajar yang menyenangkan terbukti membuat anak-anak lebih merasa nyaman dan tidak terbebani dalam mengikuti proses pembelajaran.
Pada kurikulum merdeka yang berlaku saat ini, mata pelajaran mencakup beberapa kelompok besar yaitu bahasa yang meliputi bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan muatan lokal (bahasa daerah). Ada juga mata pelajaran pendidikan agama, matematika, IPAS, pendidikan pancasila, PJOK, juga seni dan budaya yang dibagi menjadi beberapa bidang seni yang lebih spesifik diantaranya seni musik, seni tari, seni rupa, dan seni teater. Permendikbud No 12 Thn 2024 mengatur struktur kurikulum merdeka yang memuat informasi alokasi jam mata pelajaran setiap jenjang kelas sekolah dasar. Pada peraturan tersebut, terlihat mata pelajaran seni budaya memiliki alokasi waktu mata pelajaran yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan mata pelajaran wajib seperti pendidikan pancasila, bahasa Indonesia, IPAS, dan matematika.
Kenyataan ini yang membuat semakin tersingkirkannya mata pelajaran seni budaya khususnya di sekolah dasar. Anggapan bahwa hanya mata pelajaran matematika dan sains saja yang penting untuk dibelajarkan masih tersebar luas, ditambah beberapa argumen yang menganggap kepintaran seorang siswa dapat diukur dari kemampuan akademiknya saja, tanpa melihat kemampuan non-akademiknya. Pernahkan kita melihat ada siswa yang begitu antusias saat melukis, menari atau memainkan alat musik? Pertanyaan ini akan menyadarkan kita bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda, sehingga mereka tidak bisa disamakan antara satu dengan lainnya.
Ada beberapa faktor lainnya yang menyebabkan beberapa sekolah dasar memilih mengurangi jam pembelajaran seni budaya, diantaranya keterbatasan tenaga pendidik yang memahami bidang seni. Mereka, guru sekolah dasar merasa tidak memiliki bekal yang cukup di bidang seni, mereka juga mengaku tidak memiliki pengalaman sehingga merasa tidak sanggup mengajarkan seni pada siswa mereka. Hal ini disampaikan secara langsung oleh Urip Sugiyatmi, S.Pd yang merupakan wali kelas 2 yang merangkap sebagai guru ekstrakurikuler seni tari di SDN 1 Jatisrono Kabupaten Wonogiri.
"Di SDN 1 Jatisrono sendiri rata-rata mata pelajaran seni yang diajarkan di dalam kelas yaitu seni rupa. Namun untuk seni tari lebih ditekankan di luar jam mata pelajaran, biasanya hanya untuk ekstrakurikuler bagi siswa yang minat belajar menari. Karena di SDN 1 Jatisrono ini hanya saya yang sedikit memiliki ilmu mengenai seni, jadi saya mengampu wali kelas sekaligus penanggungjawab ekstrakurikuler seni tari," katanya.
Urip mengatakan, keterbatasan tenaga pendidik yang memiliki pengalaman dan ilmu dalam bidang seni menyebabkan ia menjadi satu-satunya wali kelas yang merangkap sebagai pelatih ekstrakurikuler seni tari. Urip menambahkan bahwa seni memang sering diremehkan keberadaannya, padahal lewat seni budayalah siswa dapat menunjukkan bakat serta prestasinya. Sudah banyak ajang perlombaan dibidang seni yang diikuti siswa, dan tak jarang membuahkan hasil kejuaraan yang tentu dapat membanggakan sekolah.
"Seni menjadi bidang yang sering diadakan perlombaan, yang mewajibkan setiap sekolah mengirimkan perwakilan. Namun dengan segala keterbatasan dan tenaga yang ada, saya berusaha memberikan seluruh kemampuan yang saya miliki dan kemudian saya tuangkan dalam bentuk karya sehingga dapat dibawakan langsung oleh siswa saya. Bersyukurnya, hasil karya yang saya buat membuahkan hasil yang maksimal dengan memborong piala juara 1 pada lomba FLS2N 2024 bidang seni tari tingkat kecamatan. Ini bukan serta merta usaha saya, namun ada pula siswa berbakat hebat yang mampu membuktikan kebolehannya dalam seni tari ini," jelas Urip melalui keterangannya pada Senin, 14 Oktober 2024.
Menurutnya, anggapan remeh terhadap mata pelajaran seni masih sangat familiar terdengar. Banyak pihak yang menganggap seni bisa dijadikan sebagai mata pelajaran tambahan saja, sehingga tidak perlu dibelajarkan secara detail di dalam jam belajar. Padahal pada kenyataannya tanpa kita sadari bidang seni lah yang mampu menjadi wadah siswa untuk lebih produktif, kreatif, mengajarkan siswa untuk mengeksplor potensi diri, mengembangkan bakat dan minat, serta secara tidak langsung meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Melalui seni, banyak prestasi terpendam yang dapat diukir siswa yang pada akhirnya juga akan berdampak baik untuk sekolah.