Mohon tunggu...
Arinta Adiningtyas
Arinta Adiningtyas Mohon Tunggu... Full Time Blogger - "Sinau Tanpa Pungkasan"

Arinta Adiningtyas adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki hobi menulis. Ia tergabung dalam beberapa komunitas kepenulisan seperti Kumpulan Emak-emak Blogger dan Ibu-ibu Doyan Nulis.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tampung Air Hujan, Tampung Rezeki Tuhan

12 September 2019   14:03 Diperbarui: 14 September 2019   15:05 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tandon Air Hujan Sederhana | cityofdubuque.org

Beberapa orang tidak akan belajar menghargaimu sampai mereka kehilangan dirimu

Mungkin tak ada yang lebih tabah dari hujan. Saat ia menghilang beberapa lama, ia begitu dinantikan datangnya. Namun, begitu ia datang, banyak juga yang mengeluhkan kehadirannya.

Memang, seperti kita yang seringnya baru sadar pentingnya kehadiran seseorang setelah ia pergi, seperti itu juga pada hujan, kita baru menyadari arti penting kehadirannya saat kekeringan melanda. Namun, kebanyakan manusia tidak belajar dari pengalaman itu. Ketika musim hujan kembali datang, kedatangannya kembali disia-siakan.

Maka dari itu, senyampang musim hujan belum datang, mari kita persiapkan penyambutan terbaik untuknya.

Cara Bijak Menyambut Musim Hujan

Bagi seorang muslim, turunnya hujan berarti turunnya keberkahan dari Tuhannya, seperti yang tertuang dalam Q.S. Qaf ayat 9: "Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam."

Jika kita menyadari betapa berharganya keberkahan itu, niscaya kita akan merasa sayang untuk melewatkannya begitu saja. Maka, menampungnya adalah salah satu bentuk ungkapan syukur atas pemberian-Nya.

Cara paling mudah untuk memanfaatkan keberkahan air hujan adalah dengan menyiapkan ember-ember berukuran besar untuk diletakkan di titik-titik talang air. Air yang kita tampung ini bisa kita pergunakan untuk beberapa kebutuhan. Misalnya, untuk mengguyur kloset, untuk mengepel teras yang terkena tempias, juga untuk menyirami tanaman saat hujan tidak datang.

Meski kelihatannya sepele, namun langkah ini setidaknya dapat menghemat penggunaan air tanah. Penghematan ini bahkan bisa merembet pada penghematan energi listrik. Bayangkan jika satu rumah bisa memanen sekurang-kurangnya 40 hingga 50 liter sekali hujan, berapa jumlah energi listrik yang bisa dihemat? Berapa kubik air tanah yang tidak terambil, dan bisa digunakan keesokan harinya?

Itu jika kita menggunakan cara paling sederhana.

Jika punya dana lebih, kita bisa membuat bak PAH yang lebih kompleks di rumah. Suami saya kebetulan adalah seorang arsitek yang beberapa kali menyertakan desain bak PAH untuk rumah kliennya. Bahkan, salah satu desain yang dibuatnya berhasil meraih Tempo Property Award 2005. Usulan penambahan bak PAH biasanya ditawarkan pada klien yang lokasi tempat tinggalnya kerap menjadi langganan banjir.

Desain Rumah dengan Bak Penampungan Air Hujan. Sumber; Yopie Herdiansyah.
Desain Rumah dengan Bak Penampungan Air Hujan. Sumber; Yopie Herdiansyah.
Memang, membuat rumah ramah lingkungan seperti ini membutuhkan anggaran yang lebih besar dari rumah biasa, tapi pemanfaatan air hujan dengan cara ini patut dicoba, karena banyak sekali manfaat yang bisa kita rasakan, antara lain;
  • Menghemat penggunaan air tanah. Penggunaan air tanah secara berlebihan dapat mengakibatkan penurunan permukaan tanah dan kemiringan bangunan atau jalan. Bahkan timbulnya ruang kosong di dalam tanah akibat tersedotnya air tanah dapat memicu amblesnya tanah. Dengan menampung air hujan, kita dapat mengurangi penggunaan air tanah.
  • Mengurangi run off dan beban sungai saat hujan. Bisa diartikan bahwa menampung air turut berperan dalam penanggulangan bahaya banjir.
  • Menambah jumlah air yang masuk ke dalam tanah.
  • Mempertahankan tinggi muka air tanah, atau dengan kata lain, menampung air hujan dapat mencegah terjadinya penurunan tanah.
  • Menurunkan konsentrasi pencemaran air tanah.
  • Memperbaiki kualitas air tanah dangkal.
  • Mengurangi laju erosi dan sedimentasi.
  • Mereduksi dimensi jaringan drainase.
  • Menjaga kesetimbangan hidrologi air tanah sehingga dapat mencegah intrusi air laut.
  • Stok air pada musim kemarau. Sama halnya dengan saat kita menabung uang, kita dapat merasakan manfaatnya saat uang itu dibutuhkan. Menampung air hujan pun, manfaatnya akan terasa saat musim kemarau tiba.

Saya kemudian membayangkan, jika satu rumah memiliki sebuah tandon air untuk menampung air hujan berukuran 200 liter saja, kira-kira ada berapa kubik air yang tidak terbuang sia-sia? Seberapa besar dampak banjir yang bisa kita cegah?

Semoga kelak pemerintah bisa lebih serius dalam menggalakkan gerakan masyarakat menampung air hujan.

Melimpah Bukan Berarti Boleh Dihambur-hamburkan

Saya teringat pada sebuah dongeng tentang seorang raja dan seekor semut. Alkisah, ada seekor semut yang sering mengambil makanan Sang Raja. Raja yang tidak berkenan, kemudian menawari semut tersebut.

"Bagaimana bila aku menaruhmu di sebuah tempat, lalu kuberi sepotong roti untuk kamu makan selama satu tahun? Aku akan kembali kepadamu setahun kemudian." Ujar Sang Raja.

Semut menerima tawaran Sang Raja. Ia pun diletakkan di dalam sebuah tabung tertutup, bersama sepotong roti yang raja janjikan.

Setahun berlalu, dan tibalah saatnya Sang Raja menengok Si Semut. Raja terheran karena roti yang ia berikan masih tersisa separuhnya. Beliau pun bertanya, "Semut, mengapa roti ini tidak kau habiskan?"

Semut menjawab, "Ampun, Raja. Saya sengaja menyisakan separuh dari roti ini untuk berjaga-jaga seandainya Raja lupa membuka tempat ini." 

Raja pun memuji sikap semut yang pandai berhemat.

Dongeng tersebut memang mengajarkan kita untuk bijak dalam mengelola rezeki, termasuk dalam hal ini adalah rezeki berupa air bersih. Meskipun saat ini kita masih bisa menikmati air yang berlimpah, alangkah baiknya apabila kita berhemat untuk masa depan. Apalagi, saat ini dunia sedang mengalami krisis air global. Mengutip CNN Indonesia, Bank Dunia dan PBB menyatakan saat ini 40 persen populasi dunia mengalami kelangkaan air. Beberapa ilmuwan dan penentu kebijakan bahkan berpendapat bahwa perang abad ke-21 mungkin akan terjadi akibat perebutan air. Ini semakin menegaskan bahwa kita bisa hidup tanpa emas, tapi tidak tanpa air.

Lalu, mengapa kita masih senang membuang-buangnya?

Mari, mulai saat ini lebih bijak lagi dalam menggunakan air. Kita bisa melakukan beberapa hal sederhana, seperti;

  • Memantau penggunaan air. Matikan keran jika tidak digunakan.
  • Bergegas memperbaiki kebocoran.
  • Mandi dengan menggunakan shower.
  • Menggunakan kembali air yang sudah digunakan. Misalnya, menampung air bekas wudhu, air bekas mencuci beras, atau air bekas mencuci buah atau sayur untuk menyiram tanaman.

Dengan berbagai upaya penghematan, juga dengan mengampanyekan gerakan menampung air hujan, semoga ancaman krisis air bersih dapat kita hindarkan.

Sumber referensi:
cnnindonesia.com
tanindo.net

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun