PendahuluanÂ
      Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi membawa dampak signifikan di masyarakat. Dampak yang ditimbulkan terjadi pada aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, dan agama. Perkembangan teknologi dan informasi merubah cara pandang individu maupun masyarakat dalam menjalankan aktivitas keagamaannya. Adanya kemajuan teknologi dan informasi membawa pengaruh baik terhadap keagamaan dan budaya tetapi juga dapat membawa pengaruh buruk yang menyebabkan hancurnya keagamaan dan budaya masyarakat. Sumber-sumber keagamaan, seperti Al-Quran, tafsir, tata cara beribadah dapat diakses secara online dengan mudah. Teknologi digital juga memungkinkan untuk umat Islam terhubung dengan komunitas Muslim di seluruh dunia. Adanya era digital juga mempengaruhi praktik ibadah dan kegiatan keagamaan misalnya banyak umat Muslim yang membaca Al-Quran melalui aplikasi yang dapat diakses kapanpun dengan mudah, dan masjid dan lembaga keagamaan lainnya memanfaatkan teknologi scan barcode untuk memfasilitasi sedekah orang-orang. Banyaknya manfaat yang ada juga menimbulkan dampak buruk, diantaranya, meluasnya pemahaman radikalisme di internet maupun media sosial, banyaknya hoax yang tak jarang menyebabkan pertikaian antar umat beragama, masyarakat kehilangan kultur keagamaan yang asli.
Antropologi adalah studi tentang budaya. Antropolog mempelajari budaya untuk lebih memahami bagaimana budaya membentuk identitas, tindakan, kepercayaan, nilai individu dan masyarakat, pada gilirannya, membentuk sebuah budaya. Melalui penelitian pertama Antropologi, yaitu etnografi yang mempelajari budaya dengan berpartisipasi dan mengamati pengalaman sehari-hari masyarakat, serta menganalisis bagaimana fenomena politik, ekonomi, agama dan sosial yang lebih besar mempengaruhi kehidupan masyarakat dalam konteks lokal maupun global. Antropologi yang selama ini dikenal hanya mempelajari pedalaman atau masyarakat dalam konteks lokal sekarang dapat merambah dalam segala aspek kehidupan manusia. Etnografi sebagai modal antropolog mempelajari liyan atau masyarakat lain dan menuliskannya sebagai sebuah penulisan penelitian yang penting dalam rumpun ilmu sosial budaya.
      Menulis adalah kunci dalam antropologi, sebagai salah satu komunikasi utamanya. Pengajaran, penelitian, publikasi, dan penjangkauan semuanya dibangun di atas, atau terdiri dari, tulisan. Sejarah menunjukkan bahwa antropologi muncul di akhir abad 19 bahwa menulis pertama kali diakui sebagai seni penting yang membutuhkan pelatihan yang hati-hati. Pada akhir abad ke-19, ketika zaman Victoria mengalami gagasan sains tentang teks sebagai tujuan untuk beasiswa, hingga tahun 1970-an, ketika kepekaan terhadap gagasan sains diidentifikasi berkembang menjadi gerakan di tahun 1980-an seputar gagasan eksperimental penulisan etnografi yang diprakarsai oleh perdebatan budaya penulisan (Clifford & Marcus, 1986 dalam Helena, 2021). Berlanjut pada abad ke 21, menunjukkan bahwa pemahaman bahwa antropolog juga penulis telah membawa penekanan baru dalam menulis. Ini mencakup penulisan antropologi akademik dan berbagai tulisan di berbagai genre, mulai dari karya non fiksi hingga memoar, jurnalisme, etnografi perjalanan (Helena, 2021).
      Menulis dalam Antropologi dikenal dengan tulisan Etnografi. Etnografi merupakan bahan mengenai kesatuan kebudayaan suku bangsa di suatu komunitas dalam suatu daerah geografi, ekologi, atau wilayah administratif yang menjadi pokok deskripsi, biasanya dibagi ke dalam bab-bab tentang unsur kebudayaan, sesuai dengan tata urut yang baku, yang disebut dengan kerangka etnografi (Koentjaraningrat, 1985: 3-4 dalam Kamarusdiana, 2019: 860). Etnografi bertujuan untuk mempresentasikan fenomena, keadaan tertentu yang berkaitan dengan kebudayaan secara mendalam dan komprehensif. Pentingnya etnografi masih belum menjadi topik yang eksplisit. Kami banyak dicontohkan antropolog-antropolog dulu yang melakukan penelitian-penelitian di masyarakat tertentu dalam waktu lama. Seperti Margaret Mead, Clifford Geertz, Malinowski dan masih banyak antropolog lainnya. Mengenal mereka hanya melalui kelas secara singkat tanpa mengerti banyak apa metode serta cara yang antropolog dahulu bisa mendekati masyarakat tertentu tanpa ada prasangka yang dibuat oleh etnografer sebelum turun lapangan. Belum banyak tulisan maupun metode yang secara deskriptif menuntun kita dalam melakukan metode etnografi. Tidak adanya waktu untuk meneliti turun lapangan dalam waktu lama juga menyebabkan mengapa antropolog banyak yang kurang produktif dalam menuliskan fenomena sosial kebudayaan.
      Fenomena keagamaan seharusnya menjadi topik menarik untuk dikaji lebih mendalam dalam Antropologi. Bagaimana kebudayaan lokal berjalan selaras prakteknya dengan keagamaan di masyarakat. Antropolog seharusnya dapat memberikan kontribusinya dalam tulisan etnografi berbasis keagamaan dalam pendekatan kebudayaan. Dengan menulis, para antropolog dapat memastikan bahwa penelitian dan narasi tentang komunitas muslim didasarkan pada pengetahuan yang benar dan mendalam melalui pengalaman langsung, untuk menghindari stereotip atau distorsi yang mungkin muncul dalam narasi yang tidak diajukan oleh orang Muslim.
Umumnya aktivitas keagamaan dijalankan berbarengan dengan kebudayaan lokal yang dimiliki suatu masyarakat. Akulturasi kebudayaan dan agama menjadi isu menarik untuk dikaji lebih mendalam bagi para antropolog. Antropolog dapat memberikan kontribusinya dengan melakukan penelitian secara langsung dan menuliskan pengalamannya dalam bentuk narasi etnografi. Dengan menuliskannya dalam bentuk etnografi, dapat memberikan pengalaman Muslim secara langsung dan mendalam untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk menghilangkan stigma negatif tentang agama Islam yang mungkin muncul dalam narasi yang tidak disampaikan oleh umat Muslim.
Â
PEMBAHASAN
Literasi digunakan untuk mendidik manusia menjadi cerdas dalam berpikir dan memiliki moral dalam bertindak. Seiring dengan perkembangan zaman, literasi bukan lagi bermakna tunggal melainkan mengandung berbagai arti. Terdapat berbagai macam literasi, misalnya literasi agama. Literasi keagamaan merupakan kemampuan untuk memahami serta menganalisis hubungan antara agama dengan kehidupan sosial, politik, dan budaya dari perspektif. Seseorang yang memiliki pemahaman mendalam terhadap agamanya diharapkan mampu memahami konsep dasar secara holistik seperti sejarah, teks-teks keagamaan utama misalnya Al-Quran dan Hadis, kepercayaan, dan kegiatan keagamaan yang terbentuk dalam konteks sosial, historis, dan budaya tertentu (Diane L. More, 2007 dalam Cucu, 2018: 28). Dalam konteks ini penulis menawarkan konsep pemahaman Al-Quran dalam kehidupan atau yang disebut dengan istilah The Living Al-Quran.
Kajian agama dalam Antropologi didefinisikan sebagai salah satu upaya dalam memahami agama atau kepercayaan dengan melihat  kegiatan keagamaan yang dijalankan serta telah menjadi tradisi di masyarakat. Antropolog dapat melakukan kajiannya dengan menggunakan pendekatan kebudayaan. Hal ini bertujuan untuk mendeskripsikan bahwa agama mempunyai fungsi, melalui simbol-simbol atau nilai-nilai yang dikandungnya (Rosidah, 2011: 24). Agama bukan hanya sebagai kepercayaan pasif melainkan telah menjadi alat yang turut mempengaruhi, mekontruksikan struktur sosial, budaya, ekonomi, politik serta merumuskan kebijakan secara luas. Melalui fielwork Antropologi hadir memberikan kajian secara komprehensif melalui makna terdalam dalam kehidupan beragama di masyarakat. Korelasi agama dan budaya menjadi isu penting untuk dipelajari, diperdalam, yang menghasilkan sebuah tulisan yang dapat disebarkan untuk menghilangkan stereotip negatif atas Islam.