Sore hari, saya terkaget saat mendengar kabar Jakob Oetama meninggal dunia. Saya bukan siapa-siapa, tapi saya merasa diri saya dekat dengannya. Setelah saya ingat kembali, ternyata saya pernah berkenalan dengan Jakob Oetama saat masih awal-awal kuliah, sekitar tahun 2015-2016 silam.
Saya mengenal Jakob Oetama dari seorang penulis Nor Islafatun melalui buku 'Bekerja Dengan Hati'. Buku ini menceritakan sosok Jakob Oetama yang dulunya adalah seorang wartawan miskin yang akhirnya berhasil menjadi konglomerat media di Indonesia.
Iya, saya mengenal Jakob Oetama lewat rangkaian kisahnya. Bukankah dengan cara seperti itu seorang pembaca dan penulis saling mengenal, melalui tulisan. Hingga merasa saling kenal dan bahkan dekat.
Lewat kata-kata Nor Islafatun aku berusaha menyelami kehidupan masa lalu Jakob Oetama dan rekannya P.K. Ojong.
Jakob Oetama dikenal sebagai gurunya banyak orang besar. Memang, dulu Jakob Oetama adalah seorang guru. Bahkan sebelumnya ia sempat bercita-cita menjadi Pastor.
Jiwa haus akan ilmu membuat Jakob Oetama tidak puas berkelana dalam dunia pendidikan. Ia mencoba mengembangkan bakatnya dalam dunia membaca dan tulis menulis hingga akhirnya ia berkenalan dengan dunia kewartawanan.
Ya, dialah yang sekarang kita kenal sebagai pendiri harian Kompas yang berkembang menjadi besar, 'Kompas Gramedia'.
Menjadi pengusaha baginya bukanlah tujuan, namun sebuah keberuntungan. Sebab dia sangat mencintai profesinya sebagai wartawan. Seperti ucapannya, 'Wartawan adalah profesi, pengusaha adalah keberuntungan."
Dari cerita-cerita yang penuh motivasi, Jaakob Oetama berhasil membuat saya kagum. Banyak hal positif yang bisa dicontoh dari sosok Jakob Oetama.
Sejak memahami filosofi Jakob Oetama dalam hal bekerja, aku ingat sebuah kalimatnya "Bekerja itu bukan mencari nafkah, namun ekspresi diri".