Soesilo Ananta Toer. Kutulis secara acak-acakan.Malam itu, 10 Desember 2019, aku dan kawan-kawan kuliahku telah merencanakan sebuah reuni kelas. Kebetulan malam itu konser Didi Kempot yang digandrungi oleh banyak sekali sobat ambyar digelar di Aloon-aloon kota Ponorogo. Pagelaran itu rencananya kami manfaatkan untuk ajang reuni kelas.
Aku menyadari, tulisanku kali ini tidak akan sistematis. Berupa laporan dari setiap kata yang terucap dari penulis legendarisAkan tetapi, aku gagal nimbrung dalam reuni tersebut. Pasalnya, pagi harinya, aku mendapatkan informasi dari salah satu kawan pers-ku, bahwa Soesilo Ananta Toer, adik dari Pramoedya Ananta Toer akan datang di Ponorogo. Salah satu organisasi ekstra kampus mengundangnya dalam acara Talkshow di Ponorogo. Praktis, aku membatalkan jadwal reuniku, dan memutuskan datang ke talkshow bersama kawan-kawanku yang lain. Pikirku, kapan lagi aku berjumpa satu forum dengan 'pemulung' intelektual itu.
Soesilo Ananta Toer adalah putra ketujuh dari pasangan Mastoer dan Siti Sa'adah. Lahir di Blora Jawa Tengah 1937. Usai menempuh pendidikan menengah di Jakarta dan Bogor, Soesilo menyelesaikan pendidikan master di Universitas Patrice Lumumba dan doktor di Institut Plekhanov Uni Soviet di bidang politik dan ekonomi. Soes menulis disertasi berupa kritik marxisme sekaligus kapitalisme dengan mengajukan alternatif jalan ketiga yaitu Kearifan Lokal.
Talkshow di malam itu mengusung tema "Hakikat Manusia dan Kekuasaan". Dan aku benar-benar tak percaya, Soesilo Ananta Toer benar-benar hadir. Seperti yang diceritakan dalam buku "Pram dalam Kelambu", Soesilo Toer memiliki jambang yang keputihan, bertubuh kecil dengan tinggi tidak lebih dari 160 cm dan nampak tua, tapi gerakannya gesit dan semangatnya luar biasa.
Atas hal itu, maka Soesilo menolak pemikiran Karl Marx yang menginginkan sebuah teori menciptakan fakta. Soes menolak, karena baginya fakta-lah yang menciptakan teori. Untuk mempertahankan pendapatnya itu, Ia diuji pada 4 perguruan tinggi dunia, yang senantiasa mendukung teori dia. Sementara itu, ia mengaku waktu itu sudah ada bibit-bibit kehancuran di belahan Uni Soviet.
Baginya, yang menyebabkan hancurnya Uni Soviet adalah Khursoff sendiri. Mereka membangun ekonomi dari industri berat ke ringan. Sedangkan ekonomi sosialis sangat bertentangan dengan ekonomi kapitalis.
Ribuan wanita ditangkap dalam festival pemuda Uni Soviet karena dikhawatirkan menyebarkan ideologi kapitalisme. Karena, orang rusia ketika itu belum bisa menciptakan produk sehebat di negara barat.
Ia juga bercerita tentang Semaun, tokoh komunis Indonesia yang menikah dengan anak warga Rusia. Anak laki-laki Semaun, Rono Semaun, yang kebetulan juga menimba ilmu satu angkatan dengan Soesilo Toer di Uni Soviet. Ketika bapak Rono Semaun meninggal, Rono mendapat warisan banyak di Indonesia. Rono Semaun mendadak jadi kaya. Ia pulang ke Indonesia menjadi borjuis. Maka ia ditangkap orang Rusia dan dibunuh untuk direbut hartanya. Karena bagi negara sosialis dan komunis, ketimpangan sosial harus dibasmi.
Selanjutnya, Soes Toer juga bercerita, bahwa ia memiliki ikatan dinas dengan pihak pemerintah atas beasiswa sekolah di luar negri tersebut. Kontraknya, jikalau sudah pulang ke Indonesia, Soesilo Toer harus bekerja untuk pemerintah selama 10 tahun. Namun, ketika pulang ke Indoensia pada tahun 1973, Soes malah ditangkap dan dipenjara  selama 6 tahun. Kemudian ia dibebaskan pada tahun 1978, karena Soeharto diancam oleh Curtel Presiden Amerika Serikat untuk membebaskan para simpatisan G30S/PKI.
Pram menegaskan bahwa ia bukanlah Ateis dan Antek Komunis, meskipun stigma PKI telah melekat di dalam dirinya akibat keaktifannya dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA). Pram adalah seorang muslim sejati. Faktanya, menurut keterangan Soesilo dalam talkshow itu, Pramoedya pulang ke kabupaten Blora Jawa Tengah untuk menemui bapaknya, Mastoer yang sedang sekarat. Pram ketika itu  meneriakkan kalimat takbir 'Allohu Akbar'.
Selain itu, Pramoedya dalam upayanya membela hak asasi manusia, ia mengatakan "semua umat beragama". Pramoedya Ananta Toer mengatakan, "YANG MEMBUAT SAYA ATEIS ADALAH ORDE BARU." "Siapapun boleh mengikuti jejak langkah saya."
"Negara yg baik dipimpin oleh manusia yang baik." Soes melemparkan pertanyaan, bagaimana menguji orang itu baik atau tidak?