Mohon tunggu...
Ari Nena
Ari Nena Mohon Tunggu... Pegawai Swasta -

You may not be able to see the whole of the world, but you will know more by sharing and giving informations.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Teknologi: Berpotensi Menjadi ”Orang Tua” Kedua Bagi Anak

7 Januari 2012   16:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:12 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1325952096897327813

[caption id="attachment_154485" align="aligncenter" width="300" caption="www.google.com"][/caption] Perilaku anak merupakan tanggung jawab orang tua, kemahiran teknologi yang beredar begitu cepatnya dan tidak bisa dibendung bisa jadi merupakan bomerang bagi orang tua ketika mereka membiarkan anak atau terlalu mendoktrinasi anak untuk terus mengikuti perkembangan jaman dnegan terus memforsir anak berkembang dengan teknologi yang ada.

Keberadaan teknologi yang semakin maju memang tidak bisa disalahkan, karena memang disisi lain kita membutuhkannya untuk menunjang mobilitas kehidupan yang semakin meninggi. Akan tetapi itu bukan merupakan alasan bagi orang tua untuk membiarkan teknologi menjadi orang tua kedua bagi anak mereka. Sekarang ini anak-anak justru sering menghabiskan waktunya bersama peralatan mutakhir dibandingkan menghabiskan waktunya bersama orang tua.

Ketika si anak duduk berlama-lama dengan PSP di tangannya atau computer di depannya, mereka justru merasakan kenyamanan tersendiri bisa menghabiskan waktunya bersama dengan permainan ataupun layanan yang diberikan oleh peralatan tersebut.

Yang menjadi keprihatinan adalah justru melihat keadaan semacam itu para orang tua jarang sekali yang memperhatikan hal semacam ini, justru mereka semakin menggila melengkapi kebutuhan teknologi anak hanya karena trend perubahan jaman tanpa berpikir apa yang akan menjadi akibatnya.

Beberapa tahun lalu anak dengan usia 10 tahun cukup senang dan hanya memiliki crayon dan kertas gambar di tangan mereka, menorehkan imajinasi mereka dalam bentuk karya gambar merupakan hal yang menyenangkan, atau bisa kita rasakan beberapa tahun lalu anak-anak banyak yang menggemari permainan tradisional mulai dari bermain gundu, congklak, dan masih banyak lainnya yang sekarang ini sudah sangat jarang kita temui.

Permainan tradisional pada dasarnya tidak hanya sekedar permainan yang diciptakan untuk dinikmati saja tapi banyak filosofi yang bisa digali dari permainan-permainan itu, permainan tradisional mengajarkan anak untuk mampu bersosialisasi dengan seusianya dan mengajarkan anak untuk mampu memecahkan masalah mereka sesuai kadarnya, sesuatu hal yang tidak akan mereka temui dalam teknologi.

Orang tua modern jaman sekarang pun sedikit yang peduli atau bahkan mengajarkan permanan tradisional kepada anak hanya karena alasan sibuk dan yang lebih menggelikan hanya karena alasan takut anak mereka ketinggalan trend oleh teman sebayanya yang sudah mampu melengkapi dirinya dengan fasilitas dan pengetahuan teknologi yang cukup.

Sekarang anak-anak dengan rentan usia 10 tahun sudah mampu mengoperasikan smartphone dengan lihai dan sudah memiliki akun pertemanan di jejaring social yang sekarang ini banyak digandrungi para remaja hingga bahkan orang tua.

Kemajuan teknologi juga berpotensi mendorong anak untuk menjalin relasi secara dangkal. Waktu untuk bercengkerama secara langsung berkurang karena sekarang waktu tersita untuk menikmati semuanya dalam kesendirian. Bahkan permainan pun bersifat individual sehingga makin memperkecil jalinan relasi. Semua ini bisa berdampak negatif terhadap pernikahannya dan relasi kerjanya kelak. Ia terbiasa menjalin relasi tidak langsung lewat jasa on-line, sehingga tidak mudah baginya untuk masuk ke dalam relasi yang mendalam.

Bermain dan eksis di jejaring social sekarang ini bagi anak-anak usia dini merupakan hal yang wajar, jejaring social yang seharusnya dimanfaaatkan sebagai media pertemanan justru menjadi ajang curhat bagi mereka, untuk anak usia dini yang tidak pernah mengetahui apa itu undang-undang teknologi tentu saja menganggap media ini sama halnya seperti dunia nyata dimana mereka bisa melakukan apa saja dan justru disini mereka bisa lebih leluasa meluapkan apa yang diinginkannya.

Kejahatan di dunia maya pun rentan menyerang anak-anak, misalnya saja dalam situs okezone.com melaporkan untuk tahun 2010 bulan januari saja penculikan anak mencapai tujuh kasus. Dan hal ini terus meningkat hingga tahun ini.

Kejahatan yang mengancam anak juga mengikuti pergeseran, sekarang ini teknologi juga mampu memicu terjadinya kejahatan. Lucunya semakin banyaknya kasus semacam ini justru tidak terlalu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi orang tua untuk tetap membiarkan anak mereka berkutat dengan teknologi tanpa pengawasan.

Banyak sekali ditemui kasus di jejaring social anak dengan rentan usia dini membuat kata-kata seronok yang tidak pantas diucapkan ke dalam media jejaring social, dan yang menyedhkan control orang tua terhadap teknologi semacam in justru rendah.

Pergesaran budaya yang semakin menonjol ini sama sekali tidak diimbangi dengan perilaku waspada yang cukup. Pengetahuan orang tua tentang teknologi justru semakin tertinggal. Perkembangan teknologi ini memaksa para orang tua untuk terus mampu mengikuti arus dan berhati-hatin untuk mengenalkannya pada. Dorongan pada anak untuk tidak mengabaikan pergaulan dengan teman sebab relasi dibangun lewat pergaulan berbagi hidup.

Selain berpengaruh pada pergaulan teknologi juga mempengaruhi mental anak untuk mrnghadapi hal semacam itu komunikasi antara orang tua dan anak harus dijalain secara lebih maksimal agar anak tidak merasa tertekan ataupun takut ketika mereka ingin mengemukakan pendapat dan merasa bahwa ornag tua mereka adlaah tempat yang nyaman untuk berbagi segala sesuatunya dan tidak harus mencari pelarian dan kenyamanan dengan menggunakan teknologi secara asal-asalan.

Bimbingan orang tua terhadap pemakaian teknologi juga perlu diperhatikan, hal in bukan berarti secara lengkap emlarang anak untuk benar-benar tidak menggunakana teknologi akan tetapi lebih kepada arahan agar anak mampu menggunakan fasilitas sesuai dengan porsi kebutuhannya dan tidak terjebak untuk melakukan hal-hal di luar kendali.

Pemberian wawasan pun sangat diperlukan, wawasan selengkap-lengkapnya mengenai teknologi yang sedang di gandrungi, bukan berarti menakut-nakuti dnegan dampak negatifnya, memberikan wawasan pada anak dengan memanfaatkan rasa takut bukanlah suatu hal yang dianjurkan karena akan menimbulkan efek trauma dan ketidakpercayaan diri pada anak akan sesuatu hal.

Memang kurang bijak rasanya jika kita hanya melihat sisi negative dari kehadiran teknologi. Aan lebih baik ketika ornag tua mampu menanamkan nilai-nila secara riil dan berbarengan dengan kebaikan yang ditawarkan oleh teknologi agar terjadi harmonisasi dan keseimbangan dalam diri anak.

Menerapkan kenyamanan dalam penanaman nilai-nilai kepada anak akan mengurangi tingkat pelarian diri seorang anak terhadap lingkungannya dan beralih ke teknologi sebagai pelampiasannya dan pada akhirnya teknologi akan menggantikan posisi orang tua.

Rasa nyaman pada teknologi telah menggeser peran orang tua secara pelan-pelan. Kepercayaan pada teknologi telah meningkat drastis. Beberapa peristiwa buruk yang kerap terjadi di dunia maya, ternyata sama sekali tidak mengurangi tingkat kepercayaan tersebut, justru pengguna malah semakin meningkat.

Generasi yang terus berkembang diikuti dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat harus bisa diimbangi proteksi orang tua yang lebih, proteksi ini tidak dimaksudkan untuk mengekang anak agar menghindari teknologi secara keseluruhan,

Kebijakan penggunaan teknologi harus diimbangi dengan bimbingan dari orang tua, karena dalam masanya anak-anak ataupun remaja terhitung dalam golongan usia labil yang belum mapu memilah mana yang baik dan mana yang benar serta belum memiliki filter yang cukup dalam menerima setiap informasi.

Membiarkan anak mandiri merupakan keputusan yang bagus, akan tetapi perlu diperhatikan juga, apakah anak tersebut mampu membawa tanggung jawab yang diberikan. Kebutuhan terhadap teknologi memang tidak bisa dibatasi, akan tetapi untuk menyeimbangkannya orang tua pun sekarang ini juga dituntut untuk mengikuti perkembangan agar mampu mengawasi putra putrid mereka dalam setiap aplikasi yang digunakan.

Pengawasan terhadap anak pun harus diperhatikan, jangan sampai membuat si anak merasa diintai dalam setiap perilakunya, karena hal ini akan semakin menimbulkan rasa ketidaknyamanan terhadap ornag tua.

Biar bagaimanaun orang tua harus mampu menempatkan diri dalam posisinya dan menempatkan teknologi hanya sebagai alat melindungi buah hati mereka terhadap ancaman-ancaman perubahan iklim teknologi yang memang sulit untuk dibendung.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun