Mohon tunggu...
Arinda Putri
Arinda Putri Mohon Tunggu... -

"一方のみが存在することを真実" \r\n(Conan Edogawa)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Move On, Siapa Takut?

2 Agustus 2013   17:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:42 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Move On...

Salah satu istilah yang tengah menjamur di kalangan remaja Indonesia. Sedikit-sedikit move on, sebentar-sebentar move on, apa-apa move on. Hmm...begitu populernya istilah move on ini sampai-sampai (saya) sempat bingung juga, apa sih move on itu?. Ya mungkin saya termasuk orang yg ndeso (lagi, istilah lapuk itu bergema kembali) karena saya tidak tahu menahu apa itu move on, ah, whatever, dunia mau bilang apa, move on tetaplah move on yang sempat menjadi tanda tanya besar dalam benak pikiran saya pribadi. Mungkin yang agak mengusik itu bukan arti kata dari move on, tapi lebih kepada bagaimana mayoritas remaja kita memaknai istilah yang katanya keren dan tengah booming itu. Dalam beberapa kasus yang terperhatikan, istilah move on kok ya lebih sering dan cenderung lebih identik dengan kondisi-kondisi yang "aneh" (menurut saya). "Aneh" dalam artian kok move on itu seolah-olah berlaku untuk urusan dengan lawan jenis. Lalu timbul pertanyaan, maksudnya?.

Maksdunya begini, sering kali saya memperhatikan tingkah polah remaja sekarang, jika mereka tengah tertarik dengan seorang lawan jenis, apakah itu laki-laki kepada perempuan atau sebaliknya, ketika mereka dihadapkan pada kondisi di mana ketertarikan itu tidak mendapat respon sesuai dengan yang diinginkan, maka muncul lah istilah move on, dan kasus seperti ini tidak sekali dua kali saya temui, bahkan beberapa tayangan di televisi pun begitu mempopulerkan istilah move on dikala seseorang tengah berada dalam kondisi yang yah...terlalu berlebihan untuk didramatisasi. Move on yang jika secara sederhana kita pahami sebagai "gerak" (lebih luasnya "gerak" bukan secara fisik semata, tapi lebih ke membangun semangat dan optimisme untuk bangkit dari sesuatu hal) menjadi begitu terasa dangkal dan kering untuk diadopsi oleh banyak orang.

Move on bukan hanya perkara hati dan perasaan, sadarkah kita bahwasannya ibadah kita pun perlu move on, maksudnya?. It's so simple, terlalu banyak kita menghabiskan waktu untuk mengurus dan move on dari sesuatu hal yang sebetulnya tidak terlalu penting untuk hidup kita, bahkan dalam banyak hal, kita repot move on dari sesuatu yang abstrak. Perkara move on dalam hal hati dan perasaan mah, ya silahkan saja, itu menjadi urusan setiap individu tapi hati-hati, jangan sampai perkara itu menurunkan bahkan melunturkan sama sekali kuantitas dan kualitas ibadah kita. Nah kalau sudah begini, maka move on itu akan jauh lebih utama dibutuhkan untuk mengokohkan kembali ibadah-ibadah harian kita daripada kita repot-repot move on dari perkara hati dan perasaan yang sudah jelas salah tempatnya.

Move on dalam ibadah itu seperti apa sih?. Lagi, it's so simple, sebagai contoh sederhana, kalau sampai hari ini kita yang sudah baligh (memiliki kewajiban dalam perkara ibadah yang berimplikasi pahala dan dosa) sholat wajib masih bolong-bolong, bahkan sering ditinggalkan dengan sengaja atau shaum ramadhan batal setiap hari alias gak shaum, nah kalau begitu kita harus move on. Move on dari apa? ya dari bolong-bolong dan batalnya itu lho. Perlahan-lahan tapi pasti jadikanlah sholat wajib sebagai kebutuhan kita, bukan sekedar kita pandang sebagai kewajiban yang suka-suka kita mau mengerjakannya atau tidak. Demikian halnya dengan shaum ramadhan, pandanglah juga ia sebagai kebutuhan kita, bukan sekedar kewajiban menahan lapar dan haus yang kalau tidak kuat bisa seenaknya kita batalkan. Ibadah, apapun bentuk, nama dan hukumnya, akan terasa jauh lebih bermakna tatkala kita memandangnya sebagai kebutuhan. Analogi sederhananya seperti makan. Setiap orang mati-matian bekerja, mencari uang bahkan dengan berbagai cara, tak mengenal waktu dan tak kenal lelah, untuk apa? salah satunya adalah untuk bisa makan, karena makan adalah satu dari sekian banyak kebutuhan primer harian kita. Ibadah pun harusnya seperti itu, bagaimana pun kondisinya, sendiri ataupun bersama-sama, maka laksanakan dengan penuh kesungguhan hati dan kembali, jadikan ibadah sebagai kebutuhan.

Nah, tatkala ibadah sudah menjadi kebutuhan kita, maka kita akan mati-matian move on ketika kuantitas terlebih kualitas ibadah kita dirasa menurun. So, move on itu bukan sekedar perkara lawan jenis lho, tidak juga selesai dalam urusan hati dan perasaan. Belajar lah membangun dan mempopulerkan move on untuk kuantitas dan kualitas ibadah kita. Sayang, kita hidup hanya satu kali di dunia ini dan itu pun sesungguhnya hanya untuk tempo waktu yang sebentar. Jika hidup yang singkat dan sejenak ini habis untuk ber-move on ria mengurus lawan jenis yang tidak halal untuk kita atau habis untuk ber-move on dari kesedihan dan air mata karena si fulan atau si fulanah menolak (yang katanya) cinta kita, waaahhh rugi besar sobat.

Sekarang yuk kita renungkan bersama, pernahkan kita berpikir dan berikhtiar untuk move on "pedekate" dan membuat Allah jatuh cinta kepada kita?. Jika sudah, teruslah bangun dan populerkan move on yang positif dengan berbagai bentuk upaya perbaikan kuantitas dan kualitas ibadah kita, tapi jika belum, ayo tunggu apa lagi, belum tentu lho besok, saya, kamu dan kita bisa ber-move on ria menggapai cintanya Allah. Kalau sudah ke Allah, move on-nya, jangan setengah-setengah, full move on for Allah. Move on untuk Allah, siapa takut. Move on for Allah is Fastabiqulkhairat (artinya: berlomba-lomba dalam kebaikan).

Move on for fastabiqulkhairat is so cool :) are you?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun