Mohon tunggu...
Arinda Putri
Arinda Putri Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang wanita pekerja biasa yang memiliki hobby membaca dan saat ini sedang belajar menulis untuk mencoba menyuarakan apa yang terlintas dalam hati dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Situasi Ambon Terkini dan Sekelumit Tentang Persaudaraan di Ambon

13 September 2011   05:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:00 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa saat yang lalu sebelum saya memposting tulisan ini, saya menelepon mama mertua yang kebetulan tinggal di Ambon. Kediaman mama berada di daerah Paso sekitar kurang lebih 2 km dari tempat terjadinya kerusuhan bentrok antar warga beberapa hari yang lalu.

Berdasarkan keterangan beliau, saat ini kondisi Ambon dan sekitarnya sudah relatif normal pasca kerusuhan kemarin. Anak-anak sekolah dan pegawai kantor sudah mulai beraktifitas seperti biasa. Memang di beberapa titik masih dijaga oleh aparat namun itu hanya upaya untuk pencegahan saja. Selain masih dijaganya oleh aparat, saat ini yang paling mencolok adalah justru terjadi kenaikan beberapa bahan kebutuhan pokok. Bahkan untuk BBM telah melonjak menjadi Rp 20.000 per liter dari harga normalnya yang sekitar Rp.5.000 per liter.

Masih menurut keterangan beliau, saat ini masyarakat Ambon sudah mulai cerdas dan tidak mudah lagi terpancing oleh isu-isu dan juga provokator. Bahkan menurut mama, saat terjadi kerusuhan tahun 1999 yang lalu pun, masyarakat Ambon hanya sebagai korban. Pemicu dan provokatornya banyak yang berasal dari pulau Jawa. Entah dari mana, dan ini masih perlu diklarifikasi juga. Saat bentrok antar warga Minggu lalu pun, penduduk setempat juga mencium dan menduga memang ada upaya yang disengaja untuk memainkan kota Ambon ini. Tentu saja ini pun masih perlu diklarifikasi lebih lanjut oleh aparat yang berwenang.

Jika saja saya tidak bersuamikan dengan orang yang masih memiliki setengah darah Ambon, tentu sampai saat ini pun saya masih menganggap orang-orang Ambon identik dengan kekerasan dan tidak bersahabat. Namun.....ternyata dugaan saya meleset.

Dalam kebudayaan Ambon terkenal dengan "Pela". Pela ini merupakan suatu relasi perjanjian saudara antara satu negeri dengan negeri lain yang berada ditempat yg lain juga yang menganut agama yang berbeda.

Ada 3 hal pokok yang mendasari pela, yaitu:
1. Negeri-negeri yang berpela wajib untuk saling membantu pada saat terjadinya bencana ataupun perang.
2. Jika diminta, maka daerah yang satu wajib memberikan bantuan kepada daerah yang lain yang hendak melaksanakan kepentingan umum, seperti pembangunan sekolah maupun pembangunan rumah ibadah.
3. Jika orang di suatu daerah sedang bepergian menuju daerah lain yang memegang perjanjian pela, maka orang tersebut wajib diberikan makanan dan minuman serta diijinkan untuk membawa hasil bumi setempat.

Sedangkan jenis pela itu sendiri ada beberapa jenisnya, antara lain :
1. Pela Tuni, merupakan pela yang digunakan untuk mencegah pertengkaran dan pertumpahan darah antar dua negeri.
2. Pela Gandong, pela ini disebut juga dengan saudara karena ikatan tradisional yang terbentuk pada awalnya karena mereka berasal dari saudara sekandung. Daerah yang terkait dengan pela ini adalah daerah Batu Merah dengan Paso, dan daerah Latuhalat dengan Alang.
3. Pela Tempat siri, pela ini terbentuk untuk membangun rumah ibadah dimana bila ada suatu daerah yang membutuhkan bantuan untuk pembangunan rumah ibadah, maka daerah lain yang terikat dengan pela ini wajib untuk membantu.

Bagi masyarakat kota Ambon sendiri, agama hanya dilihat sebagai bentuk kepercayaan baru terhadap sang pencipta. Kehidupan agama di Maluku merupakan hak asasi tiap orang tanpa harus memisahkan keluarga dari hubungan kekerabatan yang selama ini telah terbangun. Jadi, jika selama ini konflik di Ambon selalu dikaitkan dengan masalah agama antara Islam dan Kristen adalah ulah dari para provokator. Karena sesungguhnya masyarakat Ambon sendiri sudah cukup memegang toleransi yang cukup tinggi yang diejawantahkan dalam kebudayaan mereka yang disebut dengan pela. Sebagai contoh, mama mertua saya merupakan keturunan Ambon asli kemudian menikah dengan papa mertua saya yang keturunan Chinese serta beragama Budha. Sedangkan adik mama mertua saya justru seorang muslim yang taat dan sudah menyandang gelar haji. Hal seperti ini sudah lazim dalam kehidupan warga setempat.

Jadi sesungguhnya warga Ambon itu saling bersaudara dan mereka begitu kuat untuk memegang persaudaraan tersebut. Jika sampai terjadi bentrok atau kerusguhan antar warga, dapat dipastikan itu memang ulah para provokator yang tidak senang melihat Ambon tenang dan damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun