Mohon tunggu...
Arina Mufrihah
Arina Mufrihah Mohon Tunggu... profesional -

Mengajar - Meneliti - Mengabdi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konseling Pranikah #AksiBarengLazismu

13 November 2014   23:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:52 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perceraian dapat terjadi pada segala bentuk pernikahan: pernikahan atas kehendak sendiri, pernikahan karena perjodohan, pernikahan karena tanggung jawab moral, pernikahan karena usia dinilai terlampau tua, pernikahan di bawah usia, dan lainnya. Berbicara tentang bentuk-bentuk pernikahan itu, maka fenomena yang mudah ditemukan di desa ialah pernikahan dini atau di bawah umur. Masyarakat di desa masih banyak yang merupakan pelaku pernikahan dini. Jika mengacu pada kebijakan BKKBN, wanita menikah dengan usia minimum 21 tahun dan laki-laki usia minimum 25 tahun. Praktek pernikahan dini masih banyak terjadi bukan hanya terkait dengan kepatuhan pada aturan atau budaya, namun lebih pada akibat dari keterbatasan ekonomi. Para orang tua akan memilih menjodohkan kemudian menikahkan anaknya (terutama anak perempuannya) jika telah merasa tidak mampu membiayai pendidikan formal anak-anaknya. Mereka berpikir dengan menikahkan anaknya, maka akan berkurang beban ekonomi keluarga dan anaknya akan mendapatkan kebahagiaan lain dengan suaminya, terutama kebahagiaan materiil. Dari pihak anak juga beranggapan bahwa mereka akan menjadi anak yang berbakti pada orang tua jika sanggup memenuhi perintah orang tuanya walaupun merasa berat harus menikah di masa-masa bersekolah.

Pernikahan bukan hanya tentang saling suka, mendapatkan restu, cukup usia, atau kecukupan finansial. Namun faktor yang paling penting adalah kesiapan mental dalam posisinya sebagai istri, ibu, dan bagian dari keluarga suami, begitu pula sebaliknya, posisi sebagai suami, ayah, dan bagian dari anggota keluarga istri. Karena para pelaku nikah dini pada umumnya berada pada usia sekolah menengah pertama atau sekolah menengah atas, bahkan tak jarang pada usia sekolah dasar, maka tidak banyak hal yang mereka ketahui tentang pentingnya membangun interaksi yang saling menguntungkan baik di pihak suami maupun pihak istri. Memiliki keterbatasan informasi mengenai kehidupan berumah tangga membuat pasangan nikah dini bercerai di tahun pertama pernikahannya akibat dari kegagalan dalam melakukan adaptasi sebagai pasangan baru. Banyak yang membayangkan, dengan memiliki kehidupan baru akan membuatnya lebih bahagia dalam segala hal. Padahal tahun pertama pernikahan adalah saat saling mengenal pasangan masing-masing lebih jauh dan mendalam. Banyak perilaku atau kebiasaan yang tidak terlihat sebelum menikah dan ternyata harus diterima saat sudah menjadi pasangan suami istri, dan kenyataan itu tidak semua dapat menerima serta memahaminya, maka akibat terburuknya adalah perceraian.

Pernikahan yang terjadi karena keterbatasan ekonomi keluarga tidak dapat dipecahkan begitu saja oleh berbagai pihak. Namun setidaknya ada cara agar para pelaku pernikahan dini memiliki informasi memadai tentang kehidupan berumah tangga sehingga mereka memiliki kesiapan mental untuk memasuki gerbang pernikahan, yang pada akhirnya tidak mudah untuk memutuskan perceraian saat menghadapi kenyataan rumah tangga yang tidak sesuai dengan harapannya. Walaupun fokus dari permasalahan yang diangkat adalah pelaku pernikahan dini, namun pada kesempatan ini saya tidak menutup ruang untuk calon pengantin yang tidak berada pada usia dini untuk menikah. Maka untuk menanggapi permasalahan sosial yang ada di desa berupa fenomena perceraian, solusi yang ditawarkan adalah layanan konseling pra-nikah.

Tujuan dari layanan konseling pra-nikah ini untuk memberikan informasi yang memadai tentang berbagai aspek dalam kehidupan berumah tangga agar saat resmi menjadi pasangan suami-istri dapat beradaptasi berupa saling mendukung dan memahami saat ada kenyataan dari masing-masing pihak yang tidak diharapkan. Jadi layanan konseling ini bersifat preventif dan dapat dilakukan secara individual (satu pasangan calon pengantin) atau kelompok (beberapa pasangan calon pengantin), tergantung pada kesediaan calon pengantin tersebut. Pertimbangan mengenai layanan konseling pra-nikah dengan melihat tidak adanya layanan tersebut di desa yang saya tinggali. Maka layanan konseling pra-nikah ini akan melibatkan pihak Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai pusat pendataan pernikahan.

Pertama, pada tahap sosialisasi layanan konseling pra-nikah menjadi syarat untuk mendaftarkan pernikahannya di KUA, artinya para pasangan calon pengantin akan mendapatkan layanan ini saat mendaftarkan namanya di KUA. Kedua, pada tahap pelaksanaan (setelah sosialisasi) akan tergantung pada minat pasangan akan pentingnya melakukan konseling pra-nikah. Baik tahap sosialisasi maupun tahap pelaksanaan tidak akan dipungut biaya. Ketiga, pada tahap evaluasi akan dibandingkan jumlah perceraian sebelum diadakan konseling pra-nikah dengan setelah diadakan konseling pra-nikah, dan bentuk adaptasi antara pasangan yang melakukan dengan pasangan yang tidak melakukan konseling pra-nikah. Isi informasi dalam layanan konseling pra-nikah disesuaikan dengan kebutuhan calon pengantin. Namun, secara umum bentuk-bentuk informasi dalam layanan konseling pra-nikah diantaranya:

1.Informasi mengenai kehidupan pernikahan

2.Informasi peningkatan kemampuan komunikasi pasangan

3.Informasi pengembangan keterampilan menyelesaikan konflik

4.Mendiskusikan topik-topik yang dianggap sensitif seperti peran dan tanggung jawabsuami-istri, seks, keuangan, dan hubungan dengan mertua.

Dengan melibatkan diri dalam layanan konseling pra-nikah, diharapkan para calon pasangan suami-istri memiliki pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas hubungan pasangan saat berada pada kondisi hubungan suami-istri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun