Mohon tunggu...
Harini Rahmi
Harini Rahmi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Life is a process to transfer our values to others. Make ourself meaningfull anytime anywhere for all people

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perempuan Ini Mengajar Tanpa Bayaran

25 Juni 2012   05:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:34 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

PEREMPUAN INI MENGAJAR TANPA BAYARAN

By. Harini Rahmi

Aku melepas sepatu sporty kesayanganku yang baru saja menemaniku menjejaki Sabuga pagi itu. Kuambil sabun cair dan kakiku melangkah gontai menuju kamar mandi untuk membasuh muka yang sedari tadi dihujani keringat. Ah, dinginnya air membuatku merasakan kesegaran yang tak terbilang. Yakin muka, tangan, dan kaki sudah bersih maka aku kembali ke kamarku. Kuraih bungkusan berisi nasi kuning dan susu coklat dingin. Sarapan pagi ini terasa sangat nikmat karena perutku sedari tadi tak sabar untuk diisi. Alunan merdu music  Chalwanka membuat diri ini kian damai.

Aku bergegas mandi dan berbenah untuk segera menuju rumah Bunda Ina. Di depan rumah bunda Ina tampak Novi, sahabatku telah menungguku. Kami segera masuk dan bergabung dengan beberapa ibu-ibu lainnya menyimak bunda Ina yang menjelaskan bahaya MSG dan diikuti dengan materi seputar resep makanan yang pagi ini akan kami praktekkan. Aku sangat antusias mengikuti kelas yang diselenggarakan di ruang keluarga rumah Bunda Ina. Presentasi kian hidup tatkala bunda Ina memberikan kesempatan kepada kami untuk bertanya seputar hal-hal yang dirasa kurang paham.

Tiga puluh menit berlalu dan bunda Ina melanjutkan materi berikutnya yakni kiat jitu untuk menjalankan usaha kuliner. Dengan semboyan 5M [Mudah, Murah, Meriah, Menarik, dan Mewah] bunda Ina meyakinkan para ibu tersebut untuk tidak takut memulai suatu usaha. Slide yang menarik serta penyampaian dengan bahasa yang sederhana membuat para ibu mampu menyerap pesan yang hendak disampaikan dengan baik.

Bunda Ina juga mengajak para ibu untuk menggunakan internet sebagai media untuk promosi sekaligus sebagai toko virtual sehingga produknya dapat dikenal oleh masyarakat tanpa dibatasi oleh jarak dan waktu. Untuk itu, bunda Ina meminta putrinya [sebut saja namanya Dini] yang sedang mengejam pendidikan di ITB untuk memberikan pembekalan mengenai cara membuat blog pribadi serta memanfaatkan jejaring sosial untuk kepentingan business. Mengingat para pesertanya adalah ibu-ibu maka penyampaian materi yang satu ini disampaikan perlahan sehingga dapat dipahami dengan baik. Dini juga menekuni usaha pembuatan dan penjualan makanan hamster yang membuatnya dapat membelikan sebuah kado istimewa bagi sang bunda berupa laptop yang digunakan bunda Ina untuk presentasi.

Seusai presentasi maka tibalah sesi PRAKTEK. Ya, kami akan melakukan praktek memasak aneka resep yang tadi telah dibahas saat presentasi bunda Ina. Bahan-bahan yang diperlukan sudah tersaji di meja dapur. Kami diminta untuk langsung praktek sesuai dengan step-step yang tadi sudah dijelaskan dalam presentasi. Selama proses memasak bunda Ina akan memberikan tips-tips rahasianya untuk menghasilkan makanan yang lezat dan menarik tentunya.

Mmmm masakan yang kami buat telah matang dan saatnya menatanya di piring saji. Kembali bunda Ina memberikan arahan agar kami menatanya dengan cantik tentunya dengan memanfaatkan sayuran seperti wortel, timun, seledri, bahkan cabe untuk dijadikan garnisnya. Aha.... masakannya siap untuk disajikan. Tibalah saat yang dinantikan, sesinya makan-makan hehehe.

Well, inilah hari perdana saya belajar di kelas yang dipandu oleh bunda Ina. Kelas ini saya ikuti secara rutin selama dua bulan terakhir saat saya masih berdomisili di kota kembang. Saya ikut kelas ini awalnya karena sahabat saya Novi bercerita tentang kelas memasak ini kepada saya. Awalnya kelas memasak ini diikuti oleh para ibu yang bekerja atau suaminya bekerja di PT. Dirgantara Indonesia. Saya yang bukan warga PT. DI mulanya khawatir ditolak oleh bunda Ina ikut serta, namun sesampai di sana saya ternyata diterima dan disambut hangat oleh bunda Ina.

Berbeda dengan kelas memasak lainnya, Bunda Ina tidak menarik biaya sepeser pun kepada pesertanya baik untuk biaya kursus maupun biaya untuk bahan-bahan. Bunda Ina menyiapkan setiap bahan untuk prakteknya dan setiap hasil masakan yang dipraktekkan nantinya akan disantap bersama oleh para peserta. Setiap orang yang punya keinginan dan mau berusaha maka dipersilakan bergabung. Di kelas ini juga tak jarang terdapat beberapa orang peserta yang berasal dari kaum adam. Kelas yang diadakan sekali dalam seminggu ini dihadiri oleh peserta yang berbeda-beda setiap minggunya karena tidak ada keharusan untuk selalu ikut serta. Inilah mengapa kadang di satu kesempatan yang hadir didominasi oleh pendatang baru dan segelintir siswa lama namun di kesempatan lain justru ramai dihadiri oleh peserta yang sudah saling kenal alias siswa lama. Satu-satunya persyaratan yang diberikan oleh bunda Ina untuk menjadi anak didik beliau adalah setiap murid harus berkomitmen untuk membagi ilmunya minimal kepada tujuh orang lainnya sehingga ilmu tersebut terus menjalar luas dan siswanya dapat memahami materi secara lebih utuh.

Di beberapa kesempatan terkadang bunda Ina juga mendapatkan orderan dari sejumlah kenalan beliau untuk membuat aneka cake dan makanan. Inilah kesempatan kami untuk belajar memasak dalam porsi besar dan benar-benar praktek dari awal hingga masakan tersebut jadi dengan jumlah dan kualitas yang sesuai dengan pesanan. Bagi ibu-ibu yang dalam waktu tertentu kebanjiran order alias pesanan kue maka tak perlu bingung karena mereka dapat berbagi proyek dengan peserta lainnya. Bahkan jika ingin mengerjakannya bersama-sama maka bunda Ina mempersilakan mereka untuk mengerjakannya di dapur bu Ina. Hal hasil, kebanjiran orderan membuat para peserta dapat berbagi rezeki serta tidak perlu kewalahan sendirian dalam mengerjakannya.

Selain memasak, bu Ina juga berbagi berbagai cara membuat aneka kerajinan seperti membuat aneka mainan atau pajangan dari bahan clay [mulai dari membuat claynya], belajar melipat handuk souvenir [towel] dan hantaran,  kreasi mini dari kain felt, belajar membuat kalung dari manik-manik, belajar membuat tas dari kantong kresek, dan belajar mengkreasikan kerudung sehingga para ibu dapat tampil cantik hehehe. Selain diajarkan oleh bunda Ina, kita juga dapat belajar mandiri dengan berbekal aneka buku panduan memasak serta buku panduan membuat aneka kreasi unik yang tersedia di sudut ruangan dan menjadi koleksi bunda Ina.

Inilah kelas di mana saya pertama kali mengenal bahaya MSG dan kami para pesertanya benar-benar dididik untuk putus hubungan dengan yang namanya MSG. Kami belajar menghilangkan mindset bahwa lezatnya suatu masakan bukan karena ditaburi royco, masako, sasa, ajinomoto, tepung saji, atau aneka bumbu instant lainnya. Kami belajar melatih kepekaan lidah untuk merasakan ketepatan bumbu masakan dengan mengandalkan garam, gula, serta rempah-rempah tradisional seperti pala, merica, ketumbar, kayu manis dan sebagainya.

Di tengah kesibukan bunda Ina dalam menjalankan perannya sebagai wanita karier di PT. DI beliau tetap menyisihkan waktunya untuk berbagi dan memberi arti hadirnya bagi banyak orang. Bunda Ina juga memberikan informasi-informasi jika terdapat bazar-bazar yang dapat memfasilitasi para ibu untuk berjualan sekaligus promosi secara gratis.

Bunda Ina juga membina anak didiknya untuk dapat mampu menjadi seorang pemateri handal sehingga tatkala ada permintaan untuk presentasi di sebuah acara maka bunda Ina akan memberikan kesempatan bagi anak didiknya untuk tampil. Ini adalah sebuah kesempatan untuk mereka berbagi ilmu sekaligus mendapatkan sejumlah rupiah dari honornya sebagai pemateri. Acara perkumpulan ibu PKK, arisan, dan pelatihan usaha kecil adalah beberapa event yang sering meminta bunda Ina atau muridnya untuk menjadi pemateri.

Di suatu kesempatan saya melihat kelas bu Ina penuh dengan wanita belia namun sayang berwajah murung. Setelah saya dekati mereka satu persatu ternyata mereka adalah wanita para korban perkosaan yang dibina oleh dinas sosial. Bu Ina terus memotivasi mereka untuk berkarya dan menunjukkan bahwa beliau dan kami ada untuk mensupport mereka. Dan alhamdulillah, di saat praktek mereka mulai berbaur dan segurat senyum tampak menghiasi wajah mereka. Paras itu tampak lebih cerah.

Ternyata di tengah dunia yang didominasi oleh orang-orang yang mengedepankan materi, masih ada seorang wanita yang sedia berbagi waktu, ilmu, dan pikirannya tanpa mengharapkan balasan berupa materi. Masih terdapat sebuah rumah yang terbuka lebar untuk menimba pelajaran bagi mereka yang haus akan ilmu. Di usianya yang sudah di atas 50 tahun itu, perempuan ini tak pernah berhenti untuk peduli dan senantiasa memberi ruang untuk sesama.

--

Sebuah catatan manis dan tak terlupakan saat menjejaki langkah di kota kembang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun