Mohon tunggu...
Harini Rahmi
Harini Rahmi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Life is a process to transfer our values to others. Make ourself meaningfull anytime anywhere for all people

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Buah Tangan dari Orang Kampung

14 Juli 2012   08:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:58 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buah Tangan dari ORANG KAMPUNG

Oleh : Harini Rahmi

Mendapatkan oleh-oleh dari sahabat, karib kerabat, dan kenalan tentulah menjadi hal yang sangat membahagiakan bagi kedua belah pihak. Pihak yang memberi merasa senang karena dapat berbagi kepada orang yang mereka sayangi dan pihak yang menerima pun merasa senang karena ketiban rezeki.

Pun siang ini kami sekeluarga mendapatkan rezeki tak terduga. Salah seorang kerabat datang berkunjung ke rumah kami dan membawakan banyak sekali oleh-oleh. Girang bukan bohongan mungkin demikian rasanya bisa bertemu dengan kerabat yang tak dapat bertemu setiap saat karena terpisahkan oleh jarak. Perihal oleh-oleh tentulah hanya bonus belaka atas kedatangan mereka di rumah mungil kami.

Mendengar kata oleh-oleh apa gerangan yang terbayang di benak kita? T-shirt, hasil kerajinan khas daerah tertentu, coklat, cake atau makanan dan cemilan lainnya, tas, mainan kunci, dan berbagai benda lainnya seolah menari dalam benak kita bukan? Namun sayang seribu sayang fantasi yang ada dalam otak kita tidaklah melulu sama dengan kenyataan yang ada.

Tanganku dengan cekatan segera membuka dus besar yang dililit dengan tali rapia. Berbekal sebuah gunting akhirnya dus itupun segera berhasil kulepas sehingga oleh-olehnya langsung kelihatan. Tarraaaaaaaaaaaa, berbagai jenis sayuran berupa kentang, wortel, tomat, kol, lado kambuik [cabe besar yang bentuknya genduk seperti tomat dan berwarna merah], labu siam, dan kacang kapri lengkap menyeruak dari dalam dus itu. Apa pasal yang saya rasakan tatkala tahu apa gerangan buah tangan yang dibawakan paman?

Senang dan terharu itulah ungkapan kata-kata singkat untuk mewakili perasaan saya. Sayuran tersebut sangat segar dan berkualitas prima. Kentang kualitas super, tomat yang masih terangkai dengan ranting tempatnya bergelantungan, dan lado kambuik yang memang tak tersedia di kota-kota, serta kacang kapri yang masih menjaga keperawanannya dalam balutan kulitnya nan hijau segar.

Saya yakni sekali bahwa ini semua bukanlah sesuatu yang dibeli oleh paman atau bibi. Ini adalah buah tangan yang mereka tanam sendiri. Dimulai dari menyiangi tanah, menanam benih, memberi pupuk, merawatnya serta memastikan tak ada hama yang merusaknya hinga akhirnya tanaman tersebut berhasil berbuah seperti yang saya lihat saat ini. Mata saya langsung berkaca-kaca sakin terharunya karena di sana saya melihat kerja keras, cucuran keringat, dan perjuangan paman dan bibi dalam melakoni profesinya sebagai petani kampung.

Sebuah pengalaman yang sudah sangat langka untuk dapat saya temukan di zaman sekarang. Buah tangan yang biasanya berupa sesuatu yang instan dan didapat dengan cara menukar sejumlah rupiah seolah terkerdilkan maknanya oleh sejumput buah tangan dari orang kampung ini. Sekali lagi ini bukanlah perihal harganya secara materi melainkan esensi yang terkandung di dalamnya.

Ini seolah menyentil saya untuk kembali melihat spion dan memastikan saya tidak lupa asal muasal saya, kampung saya,negeri saya  dan nenek moyang saya. Alam kampung dan orang-orang kampung inilah yang berperan besar dalam memastikan kebutuhan kita akan sayuran dan buah-buahan tetap terpenuhi dengan kualitas yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun