Mohon tunggu...
Arina Husna
Arina Husna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN kiai Haji Achmad Shiddiq Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penyimpangan sosial dan pendidikan islam

14 Desember 2024   12:40 Diperbarui: 14 Desember 2024   12:40 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

A. Pengertian Penyimpangan Sosial

Penyimpangan sosial atau perilaku menyimpang, sadar atau tidak sadar

sebagian dari kita pernah mengalaminya atau melakukannya. Penyimpangan

social dapat terjadi dimanapun dan dilakukan oleh siapapun. Sejauh mana

penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala luas atau sempit tentu akan

berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan dalam masyarakat.

Suatu perilaku dianggap menyimpang apabila tidak sesuai denga nilai-nilai

dan norma-norma social yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain

penyimpangan (deviation) adalah segala macam pola perilaku yang tidak berhasil

menyesuaikan diri (conformity) terhadap kehendak masyarakat.1

Perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma social yang

berlaku dalam masyarakat disebut penyimpangan social. Robert Ezra Park

mengatakan bahwa perilaku abnormal dan delinkuensi seperti penyimpangan

social biasa terjadi di masyarakat, terutama masyarakat kota. Penyimpangan social

biasanya dikaitkan dengan tindak kejahatan (kriminalitas), sakit mental (mental

disorder) seperti orang yang kecanduan obat bius, serta tingkah laku yang

menonjol, seperti ambisius, tekun, dan heroic. Akan tetapi, sosiolog lebih

menaruh perhatian terhadap penyimpangan social yang melanggar atau

bertentangan dengan aturan tingkah laku yang dapat diterima oleh masyarakat .

Penyimpangan dibagi menjadi dua bentuk yaitu penyimpangan primer

dan penyimpangan sekunder.

1) Penyimpangan Primer (Primary Deviation)

Penyimpangan Primer merupakan penyimpangan yang di lakukan

seseorang akan tetapi si pelaku masih dapat diterima masyarakat. Ciri

penyimpangan ini bersifat temporer atau sementara, tidak dilakukan secara

berulang-ulang dan masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Contohnya:

a) menunggak iuran listrik, menunggak membayar telepon

b) terlambat membayar di Bank

c) melanggar rambu-rambu lalu lintas

d) memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi

2) Penyimpangan sekunder (Secondary Deviation)

Penyimpangan sekunder merupakan penyimpangan yang berupa

perbuatan yang di lakukan seseorang secara umum di kenal sebagai

perilaku menyimpang. Pelaku di dominasi oleh tindakan menyimpang

tersebut, karena merupakan tindakan pengulangan dari penyimpangan

sebelumnya. penyimpangan ini tidak bisa ditolerir oleh masyarakat.

Contohnya:

a) Pemabuk, pengguna obat-obatan terlarang

b) Pembunuh, perampok, penjudi

Faktor-Faktor Penyimpangan Sosial

Penyimpangan sosial disebabkan oleh bermacam-macam alasan. Beberapa

ahli menguraikan faktor-faktor penyimpangan sosial

1) Longgar/ tidaknya nilai norma

Ukuran perilaku menyimpang bukan pada ukuran baik buruk atau

benar salah menurut pengertian umum, melainkan berdasarkan ukuran

longgar tidaknya norma dan nilai sosial suatu masyarakat. Norma dan nilai

sosial yang satu berbeda dengan norma dan nilai sosial masyarakat yang

lain. Misalnya: kumpul kebo di Indonesia dianggap penyimpangan,

sedangkan di masyarakat barat merupakan hal biasa dan wajar.

2) Sosialisasi yang tidak sempurna

Di masyarakat sering terjadi proses sosialisasi yang tidak

sempurna, sehingga menimbulkan perilaku menyimpang. Contoh: di

masyarakat seorang pemimpin idealnya bertindak sebagai anutan atau

pedoman, menjadi teladan tetap kadangkala yang terjadi pemimpin justru

memberi contoh yang tidak benar. Misalnya melakukan KKN (korupsi,

kolusi, dan nepotisme). Karena masyarakat mentolerir tindakan tersebut

maka terjadilah tindak perilaku menyimpang.

3) Sosialisasi subkebudayaan yang menyimpang

Perilaku menyimpang terjaadi pada masyarakat yang memiliki

nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang, yaitu suatu kebudayaan

khusus yang normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang

dominan / pada umumnya. Contoh: Masyarakat yang tinggal di lingkungan

kumuh, masalah etika dan estetika kurang di perhatikan, karena umumnya

mereka sibuk dengan usaha memenuhi kebutuhan hidup yang pokok

(makan), sering cekcok, mengeluarkan kata-kata kotor, buang sampah

sembarangan. Hal itu oleh masyarakat umum dinggap perilaku

menyimpang.

Menurut Casare Lombroso

Perilaku menyimpang disebabkan oleh faktor --faktor biologis,

psikologis, dan sosiologis

1) Biologis

Misalnya, orang yang lahir sebagai pencopetatau pembangkang.

Berdasarkan ciri-ciri tertentu orang bias diidentifikasi menjadi penjahat

atau tidak. Ciri-ciri fisik tersebut antara lain: bentuk muka, kedua alis yang

menyambung menjadi satu dan sebagainya.

2) Psikologis

Menjelaskan sebab terjadinyapenyimpangan ada kaitannya dengan

kepribadian yang memiliki kecenderungan untuk melakukan

penyimpangan. Dapat juga karena pengalaman traumatis yang dialami

seseorang.

3) Sosiologis

Menjelaskan sebab terjadinya perilaku menyimpang ada kaitannya

dengan sosialisasi yang kurang tepat. Individu tidak dapat menyerap

norma-norma kultural budayanya atau individu yang menyimpang harus

belajar bagaimana melakukan penyimpangan.

Pengertian Pendidikan Islam

Dalam bahasa Indonesia, istilah pendidikan berasal dari kata "didik"

dengan memberinya awalan "pe" dan akhiran "an", mengandung arti "perbuatan"

(hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini berasal dari bahasa yunani, yaitu

"paedagogie", yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini

kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan "education" yang berarti

pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering

diterjemahkan dengan "tarbiyah" yang berarti pendidikan.

Dalam perkembangannya istilah pendidikan berarti bimbingan atau

pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang

dewasa agar ia menjadi orang dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya

pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seorang atau sekelompok orang

untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang agar menjadi dewasa atau

mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tingi dalam arti mental.

Sering kita terjebak dengan dua istilah antara pendidikan Islam dan pendidikan

agama Islam (PAI) padahal hakikatnya secara substansial pendidikan agama Islam

dan pendidikan Islam sangat berbeda. Usaha-usaha yang di ajarkan tentang

personal agama itulah yang kemudian bisa disebut dengan pendidikan agama

Islam.

B. Konsep Akhlak dalam Pendidikan Islam dan Masyarakat

1. Pengertian Akhlak

Berbagai literatur terkait konsep akhlak menjelaskan makna akhlak

sebagai sifat yang terkandung di dalam jiwa, baik bawaan (fitrah) atau didapat

dengan usaha (muktasab), yang menghasilkan efek berupa perilaku terpuji atau

tercela.8

Dalam Mausat Nadrat al-Nam disebutkan bahwa akhlak secara bahasa

merupakan bentuk jama (plural) dari kata al-khuluq, yang berarti nama untuk

suatu kebiasaan atau pembawaan seseorang dan tabiat yang ia terlahir dengan

membawanya.9

Al-Jurjani menjelaskan ketika mendefinisikan akhlak, bahwa akhlak

adalah pengibaratan tentang sesuatu didalam jiwa yang bersifat rsikh (mendalam

dan kokoh) yang muncul darinya perbuatan-perbuatan dengan begitu mudah tanpa

membutuhkan pemikiran (fikr) dan pertimbangan (rawiyyah). Jika hal tersebut

baik atau terpuji maka disebut akhlak yang baik. Begitu pula jika yang muncul

adalah perilaku buruk atau tercela maka sumber perilaku itu dinamakan akhlak yang buruk

2. Pengertian Moral

Selain dikenal dengan istilah etika, kajian mengenai akhlak juga dikenal

dengan istilah moral. Secara etimologi, istilah moral berasal dari bahasa latin

mores, yang merupakan bentuk jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.

Dalam bahasa Indonesia, moral di terjemahkan sebagai susila. Moral

dipahami sebagai sesuatu yang diterima oleh keumuman massa. Dalam hal ini, mengarah pada tindakan manusia yang baik dan wajar, sesuai dengan ukuran

tindakan yang diterima oleh umum, dalam lingkungan social tertentu.

Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, merumuskan

moral sebagai ajaran tentang baik buruknya perbuatan dan kelakuan (akhlak,

kewajiban, dan sebagainya).11 Sementara itu, menurut E Sumaryono, moralitas

adalah kualitas yang terkandung dalam perbuatan manusia, yang dengannya kita

dapat menilai sesuatu sebagai benar atau salah, baik atau jahat.

Moralitas dapat bersifat objektif atau subjektif. Moralitas objektif melihat

suatu perbuatan sebagai perbuatan itu sendiri, terlepas ddari kehendak pelakunya.

Adapun moralitas subjektif, adalah moralitas yang memandang suatu perbuatan

berdasarkan kondisi pengetahuan dan pusat perhatian pelakunya, latar

belakangnya, training, stabilitas emosional, serta perilaku personal lainnya.

Etika dan moral memiliki beberapa persamaan. Secara etimologis, kata

etika dan moral mempunyai arti yang sama, yaitu kebiasaan, adat. Dengan kata

lain, etika dengan rumusan yang sama dengan moral, adalah nilai-nilai dan norma

yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok, dalam mengatur

tingkah lakunya.

Adapun perbedaan dari keduanya, etika lebih banyak bersifat teori,

sedangkan moral lebih bersifat praktis. Menurut pandanganpara filsuf, etika

membahas tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan

moral memandangnya secara spesifik. Moral menyatakan ukuran, sedangkan etika

menjelaskan ukuran tersebut. Dengan demikian, antara moral dan etika memiliki

persamaan pembahasan, terlebih dalam kaitannya dengan masalah akhlak

C. Pelajar dan Penyimpangan Sosial

1. Perilaku menyimpang

Dari sudut pandang sosiologi, perilaku siswa yang menyimpang ada

karena adanya penyimpangan perilaku dari berbagai aturan sosial atau nilai dan

norma sosial yang berlaku baik pada aturan lembaga pendidikan maupun pada

masyarakat. Perilaku menyimpang dapat membahayakan pemeliharaan sistem

sosial dan oleh karena itu terkadang dipandang sebagai sumber masalah.

Masyarakat adalah kerangka di mana segala bentuk aktivitas berlangsung.

Keberadaan suatu kegiatan itu sendiri mencerminkan adanya suatu tingkah laku

atau tindakan. Perilaku manusia merupakan hasil segala macam pengalaman dan

interaksi dengan lingkungan manusia, yang diwujudkan dalam bentuk

pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon

individu terhadap rangsangan yang datang dari dalam diri individu tersebut.

Jawaban-jawaban tersebut dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Perilaku berupa pengetahuan, yaitu informasi yang dimiliki seseorang untuk

mengenali situasi atau stimulus eksternal.

b. Perilaku berupa sikap, yaitu reaksi internal terhadap situasi Subjek stimulus

eksternal, yaitu alam sendiri mencetak aksi-aksi orang yang tinggal di sana,

dan selaras dengan alam dan kondisi alam.

c. Perilaku berupa tindakan atau tingkah laku aktual yang berupa faktor, tingkah

laku (action) sebagai respon terhadap situasi atau rangsangan dari luar.

Jika seorang anak berhasil melakukan tugas-tugas perilaku selama tahuntahun perkembangannya, maka anak tersebut dianggap berperilaku normal. Masalah muncul ketika anak berperilaku tidak sesuai dengan tugas

perkembangannya. Anak yang berperilaku di luar kewajaran disebut anak

berperilaku menyimpang.

Menurut metode ini, segala sesuatu yang menyimpang secara signifikan

dari kondisi normal atau rata-rata dianggap menyimpang. Derajat penyimpangan

dapat dilihat dari seberapa besar penyimpangan situasi dari keadaan normal

Penyimpangan biasanya hanya merupakan masalah sosial, kecuali kita menyadari

bahwa terdapat kelompok sosial yang berbeda dalam masyarakat norma. Ketika

kita mempunyai norma-norma sosial yang berbeda, kita mengenal penyimpangan

sebagai perbuatan individu atau kelompok yang menyimpang dari norma-norma

sosial yang berperan.

Menurut Jensen, faktor penyebab siswa berperilaku menyimpang adalah:

a. Faktor individu, perilaku menyimpang yang ditunjukkan siswa didasarkan

pada keputusannya sendiri.

b. Kemunduran atau hilangnya faktor kebudayaan dan pranata masyarakat yang

menjaga keseimbangan dan keharmonisan sosial. Pekerjaan orang tua dan

guru yang berlebihan menjadi alasan mengapa kemampuan untuk berfungsi

sebagai badan pengelola rumah dan sekolah terbatas.

c. Tekanan besar dalam masyarakat, seperti kemiskinan, menyebabkan sebagian

anggota masyarakat memilih jalan pemberontakan, melakukan kejahatan dan

kejahatan.

d. Kejahatan atau penyimpangan akibat pergaulan yang salah. Anak nakal juga

bermain dengan anak nakal.

Menurut Jensen, teori sosiogenetik adalah eksplorasi asal muasal perilaku

kriminal dan menyimpang di kalangan pelajar dan remaja dalam faktor

lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam teori ini penyebab terjadinya perilaku

menyimpang pada pelajar dan generasi muda murni bersifat sosiologis atau

psikologis sosial, seperti struktur sosial yang menyimpang, tekanan kelompok,

peran sosial, status, dan lain-lain yang disebabkan oleh pengaruh. Oleh karena itu,

faktor budaya dan sosial mempunyai pengaruh yang besar bahkan dapat mengatur

struktur lembaga sosial, peran sosial setiap individu dalam masyarakat, dan

kedudukan individu dalam kelompok partisipasi sosial.

D. Madrasah Sebagai Sumber Moral Anak

1. Perkembangan Social

Sebagai individu yang hidup dalam masyarakat, orang akan berinteraksi

dan bersosialisasi dengan orang lain. Perkembangan sosial adalah kemajuan yang

dicapai sebagai proses hubungan sosial atau interaksi anak dengan orang lain,

seperti orang tua, saudara, teman sebaya, dan masyarakat secara umum yang

dipahami sebagai proses belajar untuk beradaptasi dengan norma-norma yang

berlaku dalam proses beradaptasi dan bersosialisasi di lingkungan masyarakat.Perkembangan sosial muncul saat masih kecil atau masa prakelompok.

Dasar untuk sosialisasi adalah meningkatnya hubungan antar anak dengan temanteman sebaya dari tahun ke tahun. Pada tahap ini, anak bisa menunjukkan sikap

egosentrisnya. Namun, mereka juga bisa bersikap ramah dan aktif secara sosial

jika didampingi dengan baik oleh orang dewasa. Menurut Dan Hurlock, jika

seorang anak mampu bersikap sosial yang baik sejak usia 2,5 tahun, maka

perilaku tersebut akan terus berlanjut hingga usia 7,5 tahun.

Pada usia 6-12 tahun, orang sering menyebut masa ini sebagai masa anak

usia sekolah dasar atau middle childhood. Sekarang adalah waktu yang tepat

untuk belajar. Anak bisa mempelajari keterampilan baru dari guru di sekolah.

Selain itu, menurut Sabani, sikap mereka terhadap keluarga sudah tidak egois lagi,

tetapi bisa memandang dunia luar dengan obyektif dan berdasarkan fakta sehingga

saat ini disebut sebagai periode intelektual atau masa harmoni sekolah.

Anak-anak sekolah dasar dibagi menjadi kelas rendah dan kelas tinggi.

Setiap orang memiliki ciri khas yang berbeda. Ciri-ciri sosial anak sekolah dasar

usia 6-8 tahun (kelas 1, 2, 3) antara lain: (1) suka hal-hal dramatis; (2) suka

berimajinasi dan meniru; (3) senang dengan alam; (4) senang mendengarkan

cerita-cerita; (5) berani; (6) senang mendapat pujian. Anak-anak kelas tinggi usia

9-12 tahun biasanya memiliki karakteristik sosial sebagai berikut:(1) Tidak suka

hal-hal dramatis (2) Suka berada di lingkungan sosial (3) Menikmati cerita-cerita

tentang lingkungan sosial (4) Berani tetapi tetap menggunakan logika.

Secara umum, siswa sekolah dasar memiliki karakteristik sebagai berikut:

(1) Belajar memahami diri sendiri sebagai makhluk biologis (2) Belajar

bersosialisasi dengan teman sebaya (3) Belajar memahami peran sesuai jenis

kelamin (4) Menguasai keterampilan dasar membaca, menulis, dan berhitung (5)

Mengembangkan emosi (6) Belajar konsep sehari-hari (7) Memperoleh kebebasan

pribadi (8) Mengembangkan sifat positif (9) Patuh terhadap aturan (10)

Cenderung memuji diri sendiri (11) Suka membandingkan diri dengan orang lain

(12) Jika gagal menyelesaikan tugas, merasa tidak penting (13) Realistis dan ingin

tahu (14) Cenderung hidup dalam kenyataan (15) Minat pada mata pelajaran atau

bakat tertentu (16) Suka membentuk kelompok teman sebaya untuk bermain

bersama Karakteristik anak usia sekolah dasar sering disebut sebagai usia

berkelompok karena mereka mulai tertarik dengan aktivitas teman-teman dan ingin diterima di dalam kelompok. Kematangan aspek sosial pada anak dapat

ditingkatkan melalui berbagai cara: (1) Belajar menanggung tanggung jawab, (2)

Belajar bersaing dengan orang lain, (3) Belajar perilaku sosial yang baik, (4)

Belajar bekerja sama, (5) Belajar dari orang dewasa, (6) Belajar dari kelompok,

(7) Menyesuaikan diri dengan norma kelompok, (8) Bermain dan berolahraga, (9)

Berbagi perasaan dengan orang lain, (10) Bersikap sportif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun