Mohon tunggu...
Arina Febriani
Arina Febriani Mohon Tunggu... -

kelahiran Palembang,25 Februari 1991. Masih berstatus mahasiswa semester 4 departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Dari kecil bercita-cita menjadi dokter, peresenter, psikolog, penyiar, tapi memilih kuliah di jurusan manajemen, dan itulah takdir terbaik yang tuhan pilihkan untuk saya.Dari kecil saya hobi menulis mulai dari diary, atau di halaman belakang buku sekolah saya, bahkan mencoeret-coret dinding rumah saat umur 3 tahun. Tapi mengalami kemunduran dalam bebrapa waktu terakhir ini (sok sibuk. hehehe). Suka banget sama karya Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa dan Pipiet Senja (ngarep bisa seperti mereka). Aktif dalam program pemulihan minat dan bakat saya dalam kepenulisan. Suka banget sama kata-kata: Karena perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Sedang berusaha untuk memperbaiki diri dan bisa bermanfaat untuk sesama.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Si Rapuh dan Si Petualang

22 Desember 2010   16:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:29 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku tetap aku.
Kau tetap kau.
Kita masih disini.
Bersama untuk membuktikan bahwa kita sang penakluk dunia.
Mimpi itu masih tetap ada.
Rasa ini masih tetap nyata.
Ingin tahu tentang rahasia masa depan kita.

Aku butuh kamu.
Untuk tetap menjadi si kecil yang antusias.
Untuk tetap menjadi si gunung es yang siap aku luluhkan.

Aku ingin kamu.
Untuk mengerti bahwa aku ingin dipahami.
Aku ingin kamu.
Untuk membaca jiwa ku dengan peka mu.

Kita dekat.
Tapi mengapa aku merasa sulit menjangkau mu?
Kita jauh.
Saat itu saling merasa nyeri.

Aku tetap aku.
Si lautan yang kadang merubah menjadi tsunami.
Kau tetap kau.
Si samudera yang kadang berubah menjadi la nina dan el nino.

Aku sayang kamu.
Kamu sayang aku.
Aku dengan cara ku.
Kau dengan cara mu.
Dan kita terbentur oleh dilema yang sulit dijabarkan dengan rumus penurunan.

Yang ku tahu.
Aku bisa bertahan tanpa mu.
Terlihat kuat dengan ceria ku tapi mengigil dalam kebisuan raga.
Kau bisa bertahan tanpa aku.
Toh sebelum ini kau melewati sengsara mu tanpa aku.

Bukan keresahan yang ingin ku ajarkan padamu, cinta.

Aku ingin membuktikan.
Kerasnya hidup yang kau jalani.
Karang hidup yang ku lalui.
Sama.

Kau tumbuh dengan instrumen jiwa mu.
Aku tumbuh dengan gelombang sukma ku.

Cuma ingin bilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun