Mohon tunggu...
Arina Azkia
Arina Azkia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

وَلَمْ أَكُنۢ بِدُعَآئِكَ رَبِّ شَقِيًّا

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fiqh Muamalah: Dilema Riba dalam Akad Ba'i Al Inah

28 Mei 2024   08:12 Diperbarui: 28 Mei 2024   09:06 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Meninjau dari perkembangan ekonomi yang terjadi kini, banyak sekali penerapan akad-akad dalam fiqh muamalah. Kini telah banyak implementasi akad hybrid yang digunakan pada sektor perbankan syariah. Yaitu dengan menggabungkan elemen-elemen dari akad-akad. Permasalahan yang sering terjadi juga ada pada unsur riba, yang masih banyak orang gunakan dalam bertransaksi pada sektor perbankan.

Berbicara unsur riba, bagaimana sih bentuk riba tersebut dalam implementasinya pada akad ba'i al inah?

Ba'I al inah merupakan akad jual beli Dimana penjual menjual barangnya kepada pembeli dengan janji akan membelinya kembali dengan pihak yang sama. Gambaran umumnya seperti seorang penjual menjual barangnya kepada pembeli secara diangsur sampai batas waktu yang telah disepakati. Setalah itu, penjual membeli kembali barangnya dari si pembeli secara kontan dengan harga yang lebih rendah dari harga jual pertama.

Jika dilihat secara sekilas, proses yang terjadi pada ba'I al inah ini tidak melibatkan unsur riba atau bunga secara langsung. Namun, transaksi ba'I al inah seringkali dianggap kontroversial karena dianggap memiliki elemen yang mirip dengan praktik ribawi, meskipun secara teori tidak ada bunga yang terlibat. Kontrovesi ini timbul karena dalam transaksi ba'I al inah terdapat dua transaksi jual beli atas barang yang sama dengan harga yang berbeda. Secara tidak langsung harga yang lebih tinggi pada transaksi pertama yang dibayarkan secara berangsur ini dapat dianggap sebagai kompensasi atau biaya tambahan yang mirip dengan bunga dalam transaksi pinjaman konvensional. Mengingat literasi keuangan terhadap Masyarakat belum terlalu intens atau bahkan masih tergolong minim dengan pengetahuan seputar keuangan. Maka tak jarang Masyarakat tidak sadarkan diri saat melakukan transaksi seperti ba'I al inah ini.

Dengan dijualnya barang dengan harga lebih tinggi saat transaksi pertama daripada harga pada transaksi kedua, hal ini dapat dikatakan mengandung unsur riba  karena pihak pembeli akan mendapatkan manfaat atau keuntungan dari penjualan barang pada transaksi pertama dengan harga yang lebih tinggi tanpa adanya pertukaran barang yang substansial. Dalam hal ini penjualan kembali barang tanpa pertukarakan substansial dapat dianggap sebagai manipulasi aturan syariah.

Tujuan seseorang melakukan tansaksi ba'I al inah ini sering digunakan sebagai cara untuk memeproleh  dana tunai dengan menggunakan barang sebagai jaminan. Hal ini menciptakan kesan bahwa transaksi tersebut sebenarnya adalah bentuk pinjaman dengan unsur riba yang tersembunyi. Oleh karena itu transaksi ba'I al inah ini mengandung elemen yang mirip dengan riba dan bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dalam islam. Penafsiran ini menunjukkan kompleksitas dalam mengidentifikasi dan menghindari praktik yang berpotensi melanggar prinsip=prinsip hukum syariah.

Namun, ada Solusi yang bisa digunakan untuk menhindari transaksi ba'I al inah ini. Yaitu dengan menggunakan model transaksi akad tawarruq. Sekilas akad ini mirip dengan ba'I al inah, namun tentu ada perbedaan dari keduanya.

Persamaan tujuan dari tawarruq dan ba'I al inah ini adalah sama-sama untuk mendapatkan uang tunai. Namun bedanya pada akad tawarruq ini melibatkatkan tiga pihak dalam implementasinya. Gambaran secara umumnya seperti pihak pertama menjual barangnya kepada pihak kedua secara kredit. Kemudian pihak kedua menjual barangnya kepada pihak lain(pihak ketiga) secara kontan dengan harga yang lebih rendah dari harga jual pada pihak pertama. Jika dilihat dari subjek transaksinya dapat dipandang sah. Karena merupakan trasaksi yang dilakukan bukan dengan pihak yang sama dan tidak ada keterlibatan antara pihak pertama dan pihak ketiga. Namun terkait perbedaan harga pada transaksi tersebut dapat mengacu pada prinsip untung rugi pada sebuah transaksi jual beli merupakan sesuatu yang harus ditanggung. Jadi pasti sudah ada unsur kerelaan antara pihak yang terkait. Tetapi ada beberapa kalangan yang berpendapat bahwa tawwaruq itu sama dengan ba'I al inah. Untuk mengantisipasi hal itu akad tawarruq dapat dilakukan jika pihak yang bertransaksi sedang dalam keadaan membutuhkan uang, kontrak tawarruq harus berbeda dengan kontrak ribawi, pembeli juga harus sudah menerima barang yang dibelinya sebelum menjualnya kembali pada puhak ketiga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun