Mohon tunggu...
Arin
Arin Mohon Tunggu... Lainnya - amateur

🍉

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Sekolah Berdarah

9 September 2024   12:54 Diperbarui: 21 Oktober 2024   10:00 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari digtalicampus.com telah diolah pribadi

Zia dan Alana biasanya selalu kebagian paling capek ketika bersih-bersih kelas di hari piket mereka. Apalagi kali ini Alana absen karena sakit, tentulah Zia yang bakal pontang-panting beberes ini dan itu. Sementara dua teman lainnya Juna dan Kadev sering ongkang-ongkang kaki saja. Jikapun mereka sampai mau membantu hingga selesai, pasti diawali dengan drama pemaksaan terlebih dahulu.

Juna dan Kadev kerap bertingkah teramat santai dan terlalu banyak bercanda. Menghadapi mereka butuh kesabaran berlapis-lapis dan rupanya Zia tidak memiliki kelebihan itu yang pada akhirnya selalu berakhir dengan ledakan amarah. Di antara teman-temannya, bisa dikatakan hanya Zia yang paling berani memarahi mereka. Oleh karena itu agar tetap bisa diatur, guru tahu betul Juna dan Kadev hanya bisa disatukan dengan Zia dalam berbagai kelompok kegiatan sekolah, salah satunya piket.

Namun, entah kenapa hari ini mereka tidak ogah-ogahan beberes bahkan sebelum Zia mengomel tanpa ampun. Ajaib, sikap mereka lebih kalem. Andai aura tengil bisa di-reset dari masing-masing perangainya, niscaya mereka akan terlihat seperti anak-anak baik sungguhan.

Baca juga: Anak Pejabat

Kira-kira kesamabet apa mereka ini? Zia bertanya-tanya dalam diam sambil mengamati lekat-lekat. Ah, mungkin saja dapat hidayah, kelakarnya dalam batin. Yang jelas kenormalan seperti itu membuatnya lega dan tak lagi merasa hipertensi ketika harus menghadapi keduanya.

"Juna kasihan sama lo, Zia. Nggak tega katanya, lihat lo kecapekan sendiri," celetuk Kadev sambil cengengesan, sementara tangannya gesit menghapus papan tulis.

Zia mendelik pada Kadev,  buku-buku yang dirapikannya dari meja guru ingin sekali dia gunakan untuk menampol kepala plontos bak tentara cowok tersebut. Matanya beralih menatap tajam Juna yang sedang menyapu di ujung kelas, dia tampak pura-pura tak mendengar dan tetap bergeming.

"Seharusnya bukan karena kasihan, tapi semata-mata karena taat aturan!" dengus Zia sebal.

Baca juga: Jalan Pintas

"Siap laksanakan, Non Zia." Akhirnya Juna membuka mulut. Suaranya mendayu menggoda gadis yang dikenalnya pemarah itu. Seulas senyum manis yang terkesan dibuat-buat dilemparkannya pada Zia.

Kadev terkikik merasa geli melihat tingkah Juna, si gadis memutar bola matanya jengkel lalu minggat keluar sambil membawa setumpuk kertas tak terpakai yang akan dibuangnya ke tempat sampah. Tidak sampai dua menit, Zia sudah kembali lagi, mimiknya keruh nan tegang. Juna yang menyadari keanehan itu beringsut mendekat dan bertanya, "Kenapa, Zia?" Ekspresinya ikut-ikutan menegang.

"Kayaknya cuma kelas kita yang masih ada orangnya, yang lainnya sudah pada kosong. Barusan di koridor benar-benar sepi, cuma ada kita."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun