[caption id="" align="aligncenter" width="420" caption="www.arimurdani.com"][/caption] Dicintai atau mencintai adalah sebuah realita kehidupan yang memang harus dijalani oleh semua manusia. Ia tidak memandang keutamaan status sosial, agama, warna kulit dan bahkan dosa. Seorang sahabat yang hari ini berdiskusi menyatakan lebih memilih “di” daripada “me” karena dengan pilihan itu ia akan lebih dipahami, dimengerti, disayangi, dan diperhatikan. Berbeda dengan “me” yang bisa jadi tidak seperti si “di.” (makasih Ika Beberapa hari lalu ada seorang teman yang bertanya. “Ari, jika ada dua jembatan yang akan dilalui, dimana jembatan pertama terbakar tapi diujungnya ada orang yg sangat kamu cintai, dan jembatan yang satu lagi berkondisi baik dan diujungnya ada orang yang mencintai kamu, mana yang kamu pilih?” aku menjawab spontan untuk memilih jembatan yang terbakar tersebut, jelas hal ini membuat ia terkejut. Jawaban ku tidak sesuai apa yang ia pikirkan. Aku memilih hal itu karena bagi ku sebagai seorang lelaki berhak untuk berjuang demi cintanya, bukan menunggu cintanya. Biar sulit sekalipun aku akan melaluinya, tidak perduli apapun hasilnya, yang terpenting aku melangkah dan berjuang, hasil akhir biarlah di akhir, dengan Allah yang mengindahkan. Mendengar penjelasan itu sang teman langsung hening. Terkadang kita hanya duduk, memandang dan tersenyum dengan kesedihan di mata. Tidak ada yang salah, kita hanya memikirkan seseorang yang kita cintai tapi tidak bisa kita miliki. Bagi aku, tidak perlu kecewa, sakit, atau marah lagi. Hanya lelah.. Lelah memberikan lebih daripada yang diterima itu yang harus disesali. Mungkin seseorang membenci ku, menyukai ku, mencintai ku, dan mungkin beberapa dari mereka tidak perduli. Tapi aku tetaplah aku. Aku lebih baik dibenci dengan seperti apa diriku daripada dicintai tapi tidak menjadi diriku sendiri. Pakailah hati dan pikiran jernih untuk melihat setiap kejadian kehidupan. Move on, adalah kalimat yang tepat, buat apa mengharap yang sebernarnya menjadikan kita bukan yang diharap, sedangkan kita membiarkan sia-sia yang mengharapkan kita. Memang kesempatan itu cuma datang sekali, ketika ia mendatangi kita, ia akan berjalan dengan perlahan, tapi ketika ia melewati kita maka ia akan berjalan dengan sangat cepat dan sulit untuk mengejarnya. Seperti sebuah syair bintang kehidupan yang ku gubah, “Jenuh aku mendengar, manisnya kata cinta, lebih baik sendiri. Bukannya sekali, sering ku mencoba namun ku gagal lagi. Mungkin nasib ini suratan tangan yang harus tabah dijalani. Jauh sudah melangkah menyusuri hidup ku yang penuh tanda tanya, kadang hati bimbang menentukan sikap ku, dan tiada tempat mengadu. Hanya iman di dada yang membuat ku mampu untuk tabah menajalani. Malam-malam aku sendiri, tanpa cinta mu lagi. Hanya satu keyakinan ku, bintang akan bersinar menerangi hidup ku dan bahagia akan datang.” Membutuhkan 73 purnama untuk aku menyadari dimana cinta itu. Namun disaat aku tersadar ia telah menyimpan trauma yang cukup dalam. Setiap orang pernah membuat kesalahan, baik sengaja atau tidak, judulnya akan tetap sama yaitu kesalahan. Tapi setiap orang juga mengalami perubahan didalam hidupnya, jika diberi kesempatan sekali saja disisa hidup ini, aku akan gunakan untuk meminta maaf bersujud di kakinya untuk diampuni, bagi ku sakit dihatinya adalah neraka buat ku diakhirat nanti, dan aku tidak ingin. Sisanya, aku hanya akan berkata pada Allah, Tuhan pemilik alam, bersuara pada yang berhak, berkata pada diri sendiri, lalu diam kepada yang lainnya, kemudian biarkan seleksi Tuhan, bekerja pada hati setiap orang. Salam Funtastic Amazing!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H