Oleh : Arim Maulidya
Mahasiswa D3 Keperawatan, Fakultas Vokasi, Universitas Airlangga
Yogyakarta dikenal sebagai kota dengan berbagai kuliner tradisionalnya sebagai daya  tarik wisata utama. Kuliner tradisionalnya tentu memiliki pasar lokal dan internasional yang luas sejalan dengan sebutan lokal "Jogja Istimewa". Merujuk pada Jordana (2000), kuliner tradisional dapat didefinisikan sebagai makanan yang dibedakan melalui aspek kualitatif tertentu dan mewakili identitas budaya. Makanan tradisional menjadi lebih menarik berdasarkan perspektif industri terutama untuk usaha kecil dan menengah.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, tradisional kuliner telah dimodernisasi dalam kemasan. Inovasi ini terutama berdampak pada daya tarik produk dan preferensi pasar. Menekankan atribut produk dengan melibatkan karakteristik regional dari area produksi atau dengan menerapkan proses tradisional pada praktik produksi dapat menawarkan peluang baru dalam pemasaran. Kuliner tradisional dimodernisasi merupakan salah satu inoasi inovasi produk kuliner yang menciptakan identitas unik yang dapat dikembangkan sebagai produk pemasaran baru. Menumbuhkan produksi kuliner tradisional modern tentunya dapat menjadi peluang baru sektor ekonomi yaitu dapat memberikan pekerjaan yang layak bagi masyarakat setempat sehingga bisa meningkatkan pendapatan yang sejalan dengan tujuan SGDs ke-8. Kuliner tradisional yang dimodernisasi juga turut andil dalam tujuan SGSs ke-9 terutama pada pertumbuhan inovasi.
Salah satu inovasi yang dikembangkan adalah adalah modernisasi kemasan gudeg. Gudeg yang dikemas secara modern dianggap memiliki pengaruh perluasan pasar, namun mereka cenderung menyatakan kualitas rasa yang rendah. Jadi, produk ini hanya fokus pada perluasan pasar yang sederhana dan keterjangkauan. Inovasi lain yang dapat dianalisis yaitu modernisasi produk bakpia. Modernisasi ini dilakukan dengan menambahkan inovasi cita rasa. Menambah inovasi rasa yang dapat meningkatkan preferensi konsumen melalui pemilihan produk. Namun, konsumen lebih menyukai cita rasa klasik dari produk bakpia. Hal tersebut kemudian berdampak pada menurunnya preferensi konsumen terhadap inovasi produk bakpia.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adhitama et all (2019), menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat cenderung memilih kuliner asli dibandingkan dengan kuliner tradisional yang sudah modern dan olahan. Hal ini terjadi karena produk yang dibuat dengan mekanisme modernisasi memiliki rasa dan kesegaran yang berbeda dengan produk dari kuliner tradisional yang "asli'. Kuliner tradisional tanpa pengolahan dan pengemasan lebih lanjut memiliki rasa yang istimewa, lembut, dan unik yang mendorong lebih banyak orang yang membelinya. Selain aspek rasa pada umumnya kuliner tradisional memiliki keunggulan harga yang lebih murah sesuai dengan hasil statistik yang dipilih oleh responden. Sebagian responden beranggapan bahwa pengemasan, pengawetan, dan kepraktisan kuliner tradisional berbeda dengan kuliner modern karena perbedaan yang berdampak pada ketahanan pangan.
Dapat diketahui bahwa sekitar 77% responden memilih kuliner tradisional. Konsumen lebih memilih produk makanan tradisional daripada produk kuliner tradisional modern. Hal ini terkait dengan perubahan cita rasa produk kuliner tradisional modern. Namun, produk kuliner tradisional modern memiliki daya tahan dan kemasan yang tinggi sehingga memiliki pengaruh perluasan pasar.
Cara untuk meningkatkan cita rasa produk kuliner tradisional modern yaitu dengan menciptakan kawasan sebagai pusat kuliner tradisional yang inovatif. Dengan cara ini, konsumen dapat dengan mudah membeli produk apapun. Di sisi lain dapat menciptakan pusat kuliner tradisional yang inovatif yang tentunya memberikan keuntungan lebih bagi produsen. Dalam kasus Kota Yogyakarta, penciptaan pusat baru kuliner tradisional yang inovatif dapat didasarkan pada tempat-tempat wisata yang baru, khusunya pada kawasan banyak wisatawan sehingga dapat meningkatkan pendapatan produsen.
Referensi
Ridwan, Briantama et all. 2019. Perception of People on Modernized Traditional Culinary in Yogyakarta. Paper. Â IOP Conf. Series: Earth and Environment Science.