-
Mana mungkin bisa minyak dan air menyatu, apa bisa dunia-akhirat dicampuradukkan. Ketika dunia begitu menguasai hati dan pikiran, kaki seperti dirantai, hati seperti dibelenggu, pikiran seperti dipenjara, hanya setelah dunia dilepaskan barulah kaki bisa melangkah lagi untuk mendaki tangga-tangga cinta berikutnya, hati meluas, pikiran bebas merdeka. Ketika manusia terlalu dikuasai dunia, mencandui dunia, ia seperti sedang mengklik connect (terhubung) segala hal yang bersifat duniawi bendawi materi fisik, hati dan pikiran sibuk dengan itu semua, sehingga disconnect (terputus) dengan Sang Maha Pencipta. Ketika manusia mengklik disconnect for connect, ia terhubung sepenuhnya pada Sang Maha Pencipta. Lalu, apakah harus secara ekstrim seperti itu, terputus total dari urusan dunia. Tentu tidak, manusia tetap beraktivitas seperti biasa, bekerja seperti biasa, bersosialisasi seperti biasa, makan minum seperti biasa, namun hati dan pikirannya senantiasa terhubung dengan Sang Maha Pencipta.
Izinkan hati dan pikiran berproses untuk mendewasakan dirinya. Bersabarlah pada dirimu sendiri. Bersabar tentu berbeda dengan sikap permisif, bersabar tentu berbeda dengan sikap memanjakan, bersabar mengandung ketegasan juga di dalamnya. Benar bahwa tak ada ruang steril di dunia ini, hadapi saja realitas-realitas yang hadir. Mau memproteksi diri bagaimana bila kenyataannya memang tak ada ruang steril di dunia ini. Menciptakan ruang steril sendiri, menarik diri, menutup diri, mengasingkan diri, mengucilkan diri, bukanlah tindakan tepat, memaksakan diri bertahan dalam ruang steril buatan sendiri akan membuat diri lemah ketika harus berhadapan dengan sesuatu yang ditakuti, yang di luar dugaan, yang selama ini sekuat tenaga dihindari. Dengan menghadapi segala realitas yang hadir, itulah jalan penempaan diri untuk kuat menghadapi semuanya.
Naluri dan nurani tak bisa dihilangkan salah satunya seratus persen, tak bisa dibinasakan salah satunya. Bagaimana keduanya bisa hidup berdampingan secara seimbang dengan damai dalam diri, itulah tugas manusia untuk mendidik dirinya sendiri, mendisiplinkan dirinya sendiri.
Garis kehidupan tidaklah lurus mulus, seperti jalan tidaklah lurus begitu saja tanpa tikungan. Manusia bukanlah pusat kebenaran.
Gunakan panca indra untuk menerima segala informasi yang hadir sebelum memprosesnya lebih lanjut dalam pikiran. Lihatlah segalanya sebagaimana adanya sebagaimana kualitas yang hadir.
Umpama sedang di sekitar lautan, ada orang yang cukup senang memilih berjalan-jalan saja di tepi laut sembari menikmati indahnya pemandangan alam dan semilir angin yang berhembus, ada yang senang memilih berenang, ada yang senang memilih memancing, ada yang senang memilih surfing, merasakan sensasi meliuk-liuk bersama jilatan gelombang, ada yang senang memilih menyelam untuk menikmati indahnya surga di kedalaman, yakni keelokan terumbu karang.
-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H