Mohon tunggu...
Arimbi Bimoseno
Arimbi Bimoseno Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Author: Karma Cepat Datangnya | LOVE FOR LIFE - Menulis dengan Bahasa Kalbu untuk Relaksasi | Website:http://arimbibimoseno.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bukan 'Why Me' tapi 'Why Not'

22 September 2012   04:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:01 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

-

Sewaktu Endang Rahayu Sedyaningsih yang seorang dokter (suaminya juga seorang dokter) dan seorang menteri kesehatan yang terbiasa dengan pola hidup sehat, divonis menderita penyakit kanker, ia tidak protes dengan mengatakan "why me", tapi dengan berbesar hati ia mengatakan "why not", demikianlah teladan bagi jiwa yang besar, yang dengan berserah diri mampu menerima semuanya.

Apakah seperti kontradiksi, seorang dokter tapi tak bisa merawat kesehatannya sendiri. Ada kontradiksi di dalam diri, ada kontradiksi di luar diri. Kontradiksi di dalam diri, seseorang bisa melihat dengan jelas sekali. Namun, kontradiksi di luar diri, tiap orang hanya bisa menangkap kesan, sekali lagi kesan, bukan yang sesungguhnya.

Bagaimana dengan kontradiksi yang seperti ini; orang tua yang baik memiliki anak yang tidak baik; anak yang baik memiliki orang tua yang tidak baik.

Ternyata semua keadaan, semua cerita, hanyalah "alat", alat untuk menguji manusia. Orang tua yang baik bertugas mendidik anaknya yang tidak baik. Bagaimana sikap orang tua yang baik ketika dihadapkan pada anaknya yang tidak baik. Anak yang baik bertugas mendidik orang tuanya yang tidak baik. Bagaimana sikap anak yang baik ketika dihadapkan pada orang tuanya yang tidak baik. Bila demikian adanya, layakkah seseorang mencemooh, mencela, mencibir, mensinisi, sesuatu di luar dirinya padahal yang ditangkapnya hanya kesan.

Ujian, sekali lagi ujian, pemikiran seseorang akan diuji, pengetahuan seseorang akan diuji, apa yang dipikirkan dan diucapkan akan diuji. Entah hari ini atau nanti. Ujian tidak bisa dihindari. Ujian yang dihindari akan melahirkan ujian-ujian baru yang menumpuk. Ujian hanya bisa dihadapi. Tak ada seorang pun yang bisa lari bersembunyi. Hadapi ujian dengan kerendahan hati, dengan kesungguhan hati, dengan kepasrahan diri, hingga merasa tak diuji lagi, sebab segala yang hadir dari-Nya adalah bentuk cinta kasih-Nya, bentuk kasih sayang-Nya, bentuk perhatian-Nya, hingga manusia tak sanggup berpaling dari-Nya sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan, ketenangan, kedamaian.

-


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun