Mohon tunggu...
Arimbi Bimoseno
Arimbi Bimoseno Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Author: Karma Cepat Datangnya | LOVE FOR LIFE - Menulis dengan Bahasa Kalbu untuk Relaksasi | Website:http://arimbibimoseno.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Berpikir Terbuka untuk Meraih Kearifan Universal

1 September 2011   05:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:19 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sering terbaca dan terdengar kalimat, "Putih adalah putih, hitam adalah hitam." Atau, "Hitam putih jelas bedanya." Atau, "Tak selalu hitam putih."

Putih merujuk pada kebenaran. Hitam merujuk pada ketidakbenaran. Sedangkan yang tidak jelas sikapnya atau mencampur-adukkan kebenaran dan ketidakbenaran seringkali ditandai simbol abu-abu.

Kebenaran bersumber dari Tuhan (kitab suci). Ketidakbenaran adalah hal-hal yang dilarang Tuhan, ketiadaan cahaya dari Tuhan, yang tidak boleh dilakukan manusia.

Pemahaman tiap orang mengenai kebenaran dan ketidakbenaran bisa jadi berbeda-beda tergantung daya nalarnya. Juga, bisa jadi ada kesenjangan antara konsep dan praktik. Membaca kitab suci secara tekstual tanpa mencernanya dengan akal juga rentan pada pemahaman yang menjerumuskan, bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Manusia, tidak mungkin dari lahir sampai mati itu putih terus (steril, tanpa cacat cela). Juga, manusia tidak mungkin dari lahir sampai mati itu hitam terus (berbuat tidak benar terus).

Ada kenyataan, bahwa di luar hitam putih abu-abu ada warna biru, kuning, hijau, cokelat, merah dan seterusnya berikut dengan turunan gradasinya. Dan semuanya itu jelas bedanya. Kenyataan yang bisa membuka cakrawala baru.

Keluar dari zona nyaman dengan pikiran terbuka bisa membimbing seseorang pada paradigma yang mengarah pada kearifan universal.

.

.

(Diilhami komentar Mbak Aridha Prassetya yang menanggapi komentar Pak Ermana di kolom komentar dalam postingan "Melatih Diri Menata Hati #30)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun