Surakarta - Kepulan asap dan aroma gula jawa semerbak ketika memasuki dapur milik Ratna Anggraini yang berada di wilayah Sangkrah, Surakarta.
Aroma tersebut bersumber dari beberapa wadah di atas tampah berisi adonan kue yang tersusun rapi dan dibawa beberapa pegawai Ratna.
Saat adonan tersebut sudah jadi dan dikemas rapi, orang-orang menyebutnya kue keranjang atau dalam bahasa Tionghoa disebut Nian Gao.
Sesuai namanya, dalam bahasa China, Nian gao memiliki makna semakin tinggi dari tahun ke tahun.Â
Oleh karena itu, adanya kue ini melambangkan peningkatan diri dari tahun ke tahun, baik dalam pekerjaan, bisnis, keluarga dan pendidikan.Â
Adapun dalam bahasa Indonesia, makanan khas Imlek tersebut dijuluki kue keranjang lantaran dulunya dibuat menggunakan keranjang yang dilubangi kecil-kecil.
Imlek dan pandemi
Sejak pandemi Covid-19 melanda, beberapa kegiatan keagamaan maupun perayaan dibatasi, termasuk Imlek diberbagai daerah yang biasanya ramai mendadak sepi.
Produksi kue keranjang Ratna yang biasanya mencapai 7 ton setiap Imlek juga mengalami penurunan akibat pandemi bahkan hingga 40 persen.
"Soalnya, kami hanya membuat satu tahun sekali setiap tahun baru Imlek, dan itu menyesuaikan orderan, jadi kalau pesanannya turun, produksi kita juga turun," kata Ratna saat ditemui di dapur pembuatan kue keranjang mini, Rabu (19/1/2022) .
Meski demikian, perempuan berusia 79 tahun itu menuturkan, pada 2021, produksi kue keranjang buatannya mengalami kenaikan permintaan sedikit demi sedikit.
"Ya lumayan, 2021 bisa sampai 5 ton, itu pemasarannya di toko, retail se Solo Raya," ujar Ratna.