Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang, Parlas Nababan, disindir oleh netizen lewat gambar-gambar meme. Hal ini bersumber ketika sang hakim menolak gugatan perdata senilai Rp 7,9 triliun terkait kasus kebakaran hutan dan lahan di konsesi PT Bumi Mekar Hijau pada tahun 2014, dan dinilai tidak adil.
Masyarakat awan melihat keputusan hakim Parlas Nababan Cs tentu  sangat murka karena musibah kebakaran hutan di tahun 2015 lalu begitu menarik perhatian seluruh masyarakat dan akibat yang ditimbulkan juga menelan korban jiwa anak-anak karena gangguan pernafasan (ISPA) serta kerugian materi yang tak ternilai. Menurut saya kemarahan masyarakat dengan mengekspresikan dalam gambar-gambar meme dapat dipahami.
Terlepas dari Logika Sang Hakim, maka ada suatu hal yang perlu dilihat dari sisi yang berbeda yakni gagalnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam persidangan terhadap PT Bumi Mekar Hijau (BMH) diduga juga karena lemahnya materi gugatan.
Ketua MPR Zulkifli Hasan menyebutkan, undang-undang atau peraturan untuk menindak pelaku pembakaran hutan dan lahan sudah sangat kuat untuk menjerat pelaku perusakan hutan: "Kuat sekali. Saya mantan menteri kehutanan, hafal saya. Jadi kalau orang membakar itu ada perdata ada pidananya, jadi kuat."
Saya mencoba menganalisa dari mata seorang rimbawan (forester) dimana fakta persidangan sudah terbukti PT.BMH tidak memiliki Menara Pengawas Kebakaran di arealnya, hal ini sudah jelas melanggar peraturan dan perundangan yang ada. Dalam Surat Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No.243/Kpts/DJ-VI/1994 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan dan Penaggulangan Kebakaran Hutan di Areal Pengusahan Hutan dan Areal Pengusahaan Hutan. Disebutkan bahwa Kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran adalah :
- Perencanaan pencegahan kebakaran hutan :
- Membuat peta kerawana kebakaran
- Penyusuanan data statistik
- Membentuk organisa regu pemadam kebakaran
- Menyediakan peralatan dan peralatan pemadam kebakaran
- Memantau cuaca,akumulasi bahan bakar dan gejala kerawanan kebakaran
- Membuat sekat bakar, waduk serbaguna, sarana transportasi dan komunikasi
- Memasang rambu-rambu peringatan bahaya kebakaran
- Mengikutsertakan pendidikan dan latihan pemadam kebakaran hutan
- Berkoordinasi dengan instansi yang berwenang
- Deteksi Dini Kebakaran
- Mendirikan menara pengawas kebakaran dengan jangkauan pandang yang cukup jauh dan dilengkapai dengan sarana deteksi (teropong,range finder dan alat komunikasi)
- Patroli secara periodik denga frekuensi lebih meningkat saat musim kemarau.
Dengan ditemukan fakta bahwa PT.BMH tidak memiliki Menara Pengawas Kebakaran maka perusahan tersebut telah lalai melakukan kewajibannya sehingga mengakibatkan kebakaran hutan di arealnya seluas 20.000 hektar. Perlu diketahui bawha IUPHHK PT. Bumi Mekar Hijau seluas 250.370 hektar, maka sesuai dengan peraturan perundangan perusahaan tersebut harus memiki regu pemadam kebakaran hutan antara 40 sampai 100 orang (perlu dicari bukti pendukung apakah PT.BMH memiliki regu pemadam kebakaran yang sesuai peraturan).
Sebagai mantan praktisi kehutanan (Forester) maka saya berasumsi bahwa PT.BMH telah lalai dan tidak melakukan kewajibannya sesuai peraturan perundangan yang berlaku, jika PT.BMH melakukan pencegahan kebakaran sesuai peraturan maka tidak mungkin akan terbakar seluar 20.000 hektar, saya justru menduga adanya pembiaran dan ini bukan kelalaian lagi tapi dengan sengaka membiarkan kebakaran hutan.
Ingat bahwa PT.BMH hanya diberi ijin usaha pengelolaan hutan oleh pemerintah sehingga lahan tersebut sepenuhnya milik pemerintah RI, akibat kelalian tersebut maka pemerintah RI cq KLHK wajib menuntut ganti kerugian lingkungan. Kerugian lingkungan akibat terbakarnya lahan PT.BMH seluas 20.000 hektar tentu mengakibatkan dilampauinya Baku Mutu Udara Ambien. Sesuai Undang-undang Lingkungan No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 98 yakni ayat :
- Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, ataukriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahundan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) danpaling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
- Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun danpaling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikitRp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyakRp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
- Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan)tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).
Dari fakta sudah dapat dibuktikan bahwa PT.BMH lalai, kemudian mengakibatkan bahaya kesehatan manusia serta mengakibatkan orang mati (untuk orang mati  perlu data apakah disekitar propinsi Sumsel ada balita/anak yang meninggal akibat ISPA).
Seharusnya pimpinan PT.BMH juga dipidana penjara dan denda paling tidak sesuai dengan Undang2 No.32 tahun 2009.
Sementara mengenai gugatan perdata sebesar Rp.7,9 triliun memang bisa menjadi perdebatan panjang karena kerusakan lingkungan sangat sulit menilainya apalagi sang hakim tidak dibekali pengetahuan lingkungan, tapi paling tidak selain perdata maka PT.BMH juga ditindak Pidana dan pertanyaannya bagaimana kinerja Polda Sumsel apakah sudah memproses kasus tsb, jangan-jangan tidak ada tindak lanjut.