Mohon tunggu...
Ari Manangin
Ari Manangin Mohon Tunggu... Editor - Penulis Ulung

Catatan Pena, dari Bumi Nusantara North Celebes

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Apa yang Lebih Kejam dari Jatuh Hati?

26 Maret 2024   19:45 Diperbarui: 26 Maret 2024   19:52 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Seorang pria berdiri di atas panggung kehidupan, tatapan matanya penuh dengan kegundahan dan kehampaan. Dia bernapas berat, seolah-olah membebani dirinya dengan beban yang tak terlihat.)

Aku berdiri di sini, merenung dalam kehampaan yang mendalam. Kehampaan yang tak terlukiskan, lebih kejam dari apapun yang pernah aku rasakan sebelumnya. Bukan, ini bukan kehampaan karena kehilangan, tapi kehampaan karena kekosongan dalam hati.

Kebanyakan orang mungkin akan merenungkan tentang cinta yang hilang, tetapi bagi aku, kekosongan ini lebih dari sekadar jatuh cinta. Jatuh cinta? Apakah itu bahkan mungkin bagiku? Aku tak pernah mengenalnya, tak pernah merasakannya. Hanya ada kekosongan yang terus menggelayuti hatiku.

Apa itu cinta? Apa artinya merasakan getaran di dada, detak yang tak beraturan, atau senyum yang tak terkendali? Aku tak tahu, aku bahkan tak yakin apakah aku bisa merasakannya. Rasanya seperti mencoba memahami bahasa yang tak pernah kudengar sebelumnya.

Aku melihat orang-orang berjalan dengan pasangan mereka, tersenyum dan tertawa dalam kebahagiaan yang tampak begitu alami bagi mereka. Tetapi bagiku, setiap senyum mereka terasa seperti pukulan di dada, mengingatkan aku akan kekosongan yang tak terisi.

Aku bertanya-tanya apakah aku berhak merasakan cinta. Apakah ada seseorang di luar sana yang akan menerima diriku apa adanya, dengan segala cacat dan ketidaksempurnaan yang kumiliki? Ataukah aku akan terus berjalan sendiri, terperangkap dalam kekosongan yang tak berujung?

Kadang-kadang aku bertanya-tanya, apakah lebih baik tidak pernah merasakan cinta sama sekali daripada merasakan kehilangan ketika cinta itu pergi? Mungkin, hanya mungkin, kehampaan ini adalah perlindungan yang diberikan oleh takdir, agar aku terhindar dari rasa sakit yang mendalam.

Tapi di balik semua pertanyaan dan kebingungan, ada suara kecil di dalam hatiku yang berbisik, menyuruhku untuk terus berharap. Mungkin suatu hari nanti, aku akan menemukan cahaya di tengah kegelapan ini, dan kekosongan dalam hatiku akan diisi oleh cinta yang sejati. Tapi sampai saat itu, aku akan terus berjalan dengan langkah yang berat, menghadapi kehampaan ini dengan penuh kesabaran dan ketegaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun