Mohon tunggu...
Rika Febrian
Rika Febrian Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

KPK Bidik "Perjanjian Preman" 3,8 Triliun ala Ahok?

29 Januari 2017   04:43 Diperbarui: 4 April 2017   18:02 3224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: capture berita teropongsenayan.com

Ahok dalam debat calon Gubernur DKI Jakarta, Jumat (27/1) lalu mengakui pihaknya menerima hampir Rp3,8 triliun yang berasal dari "Perjanjian Preman" dengan pengembang. Dan dana tersebut tidak masuk ke APBD terlebih dahulu.

Angka tersebut diakui oleh Ahok bukan berupa uang, akan tetapi berupa pembangunan infrastruktur. Total uang perjanjian Preman tersebut sangat fantastis, dan harusnya dipertanggungjawabkan secara transparan. Jika kita bandingkan dengan dana untuk daerah lain di Indonesia seperti provinsi Bengkulu. Maka dana perjanjian preman itu bisa menghidupi roda pemerintahan daerah dan pembangunan selama satu tahun.

Pada tahun 2016, APBD Bengkulu hanya Rp 2,3 triliun. Dan APBD tahun 2017 ini mencapai sebesar Rp 3,04 triliun. Sangat jelas sekali, angka perjanjian preman yang ditanda tangani Ahok dengan pengembang bukan angka yang kecil. Dengan anggaran segitu Bengkulu yang mempunya penduduk 1,8 juta jiwa dapat menghidupi puluhan ribu orang. Dan tetap ada pembangunan yang terus dilakukan, terutama infrastruktur.

Pada tahun 2016 yang lalu, Ahok menyebut Undang-undang 30 Tahun 2014, justru menguatkan bahwa pejabat boleh diskresi. UU yang dimaksud Ahok adalah tentang Administrasi Pemerintahan. Disitu tertulis ada Bab VI tentang Diskresi, Pasal 22 menjelaskan perihak Diskresi pejabat itu. Diskresi bertujuan untuk melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, hingga mengatasi stagnasi demi kepentingan umum.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo menyoroti kebijakan Ahok terkait kontribusi tambahan pada proyek reklamasi Teluk Jakarta. Menurut dia, seharusnya kontribusi tambahan itu tidak digunakan begitu saja, mesti masuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dulu.

Dia menyoroti kontribusi tambahan itu seharusnya melihat syarat diskresi. Pertama, ada aturan. Lalu, ada situasi yang memungkinkan hal yang tidak sesuai aturan itu. Contoh sederhana, pengendara berhenti di lampu merah. Tapi, karena lalu lintas macet, polisi bisa mengeluarkan diskresi, boleh jalan meski lampu merah. Jadi, jangan langsung bilang diskresi tidak bisa dipidanakan. Lihat situasinya apa. Bagi saya, harus situasi force majeure atau overmacht (keadaan memaksa). Kalau tidak, ya, jalankan kebijakan menurut aturan. Agus juga menegaskan kalau dirinya tidak melihat ada situasi tersebut.

Ketua KPK juga menjelaskan, kalau off budget di luar APBN dan APBD itu sangat dilarang. Sistem kita mewajibkan dana yang masuk APBN dan APBD itu dikelola secara transparan, lelang secara umum, harga diketahui orang. Dia mengaku ingin tahu soal pembangunan rumah susun di Kalijodo. Apa kebutuhannya. Proses belanja transparan tidak. Ini seperti penunjukan langsung.

Meskipun Ahok mengakui dirinya ada menguntungkan dirinya, Ketua KPK mengatakan kan menguntungkan oranglain. Dia berjanji untuk melihat perkembangannya dan telah meminta staf KPK untuk mengusut siapa yang diuntungkan. Ucapan Ketua KPK tersebut sering kali dikaitkan dengan dugaan Teman Ahok menerima aliran dana Rp30 miliar tahun 2016 yang lalu.

Nah, jika kondisinya seperti itu ucapan mana yang lebih bisa dipercaya. Apakah Ahok dengan landasannya hukumnya, atau ucapan ketua KPK. Karena jika tidak diluruskan maka akan muncul multi tafsir bagi masyarakat, karena perjanjian preman ini bisa dijadikan alat untuk menguntungkan pihak lain seperti disampaikan oleh Ketua KPK.

Jika kontribusi tambahan itu dilakukan secara langsung tanpa ada mekanisme pengawasan, keterbukaan, maka bisa saja Ahok menyertakan perjanjian tidak tertulis. Misal perusahaan ini harus membuat sesuatu dengan nilai yang telah ditentukan, namun disisipi dengan pihak lain yang direkomendasikan oleh Ahok. Dengan begitu, tentu pihak yang direkomendasikan Ahok mendapatkan keuntungan. Mungkin itu yang dibilang oleh Ketua KPK menguntungkan pihak lain.

Sumber: Tempo.co

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun