Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pajak-Pajak Menghantu

23 November 2024   22:34 Diperbarui: 23 November 2024   22:57 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara harus bergerak, maju ke depan, membangun peradaban. Peran serta rakyat tak bisa dihiraukan, bahkan menjadi tulang punggung yang tak mungkin dinisbikan. 

Penjajahan berpuluh-puluh tahun membuat rakyat hidup dalam kesengsaraan dan kemiskinan. Saat kemerdekaan diraih, negara mengambil peran dominan memajukan kesejahtaraan rakyat. Sebuah cita-cita luhur yang terus saja diuji dengan beragam peristiwa yang terus menghantui setiap waktu. 

Agresi Belanda, silih bergantinya ideologi, pemberontakan PKI, kekerasan rakyat dan aparat, kerusuhan 1998, bahkan eksploitasi sumber daya yang semakin runyam seolah membawa arah kemerdekaan bangsa ini larut dalam sinisme massa yang tak berkesudahan. 

Cita-cita menjadi negara maju, disegani, dan berperan dalam peradaban dunia, seolah menjadi harapan hampir tiga ratus juga rakyat. Sebuah harapan yang semestinya tercapai jika arah pembangunan tak dibelokkan beragam kepentingan membabi buta dan menjajah hak rakyat, membunuh kepentingan rakyat atau sekadar membangun angan-angan tak berkesudahan. 

Janji-janji manis melarutkan dan menidurkan dalam mimpi panjang tak berkesudahan. Apalagi teknologi seolah dipuja-puja untuk memuat jutaan anak manusia larut dalam ketidakmampuan dan ketidakberdayaan. 

Janji-janji manis melarutkan dan menidurkan dalam mimpi panjang tak berkesudahan. Apalagi teknologi seolah dipuja-puja untuk memuat jutaan anak manusia larut dalam ketidakmampuan dan ketidakberdayaan. 

Rakyat tak punya pilihan. Tanpa perlindungan negara, dia tetap menyerah pada keadaan, pasrah atas beragam tekanan dan cacian. Namun, bangsa ini tak boleh begitu saja terpecah, terbelah dan berkeping-keping runyam. Kesatuan dan kepaduan seluruh rakyatlah yang akan mengangkat derajar sebagai bangsa. 

Pembangunan harus terus berjalan dan rakyat harus memanggul segala beban, terlibat atau dilibas kemajuan. 

Negeri harus makmur, maju dan bermartabat di dunia. Segala cara dikerahkan, bukan hanya menggali sumber daya dari berbagai negeri. Rakyat harus terlibat, termasuk yang miskin sekalipun. Maka, pajak harus dianggap sebagai cara rakyat menyatukan peran serta untuk negeri tercinta. 

Pajak dipikul, pajak dibebankan dalam pundak-pundak rakyat yang takkenal siapa yang jelata dan siapa yang kaya. Pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak barang mewah, pajak bea materai, pajak bumi dan bangunan, semua jenis pajak kita punya dan  menghiasi tagihan-tagihan bulanan kita. 

Pajak kita, 

Kita makan, pajak menghantui. Kita membeli barang, pajak menghiasi. Kita minum, pajak tersembunyi. Kita tidur di hotel, pajak-pajak mengisi tagihan. Ketika kita asyik berlibur, pajak pun ketat menunggu. Pajak-pajak menunggu dimanapun kita bergerak dan terdiam. 

Pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak barang mewah, pajak bea materai, pajak bumi dan bangunan, semua jenis pajak kita punya dan  menghiasi tagihan-tagihan bulanan kita.

Di sekitar kita ada pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan, bea materai, pajak bumi dan bangunan. Di sekitar kita diam menunggu pajak kendaraan, pajak balik nama, pajak bahan bakar, pajak air, dan pajak rokok.  

Di sekitar juga begitu banyak yang harus kita bayar; pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan, pajak mineral, pajak parkir, pajak air tanah, dan pajak perolehan hak tanah. Di sekitar kita, kita  tak mampu menolak kehadiran pajak kendaraan, pajak alat berat, pajak balik nama, dan pajak-pajak lain yang memenuhi hidup di negeri kaya. 

Kita hidup di negeri kaya. Begitu kaya akan kekayaan alam yang mengundang ribuan tahun penjajah-penjajah keadilan. Kita begitu memesona puluhan bangsa. Namun, kekayaan itu ternyata tak mampu menghidupi jutaan rakyat. 

Pajak seolah menjadi kekayaan  yang harus terus diekspoitasi dan diolah untuk kemajuan bangsa. Kita diam di antara begitu banyak pajak yang meninabobokan mimpi kita. Kita diam di antara pajak-pajak yang menghantu. Kita diam.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun