Udara sejuk pagi, menusuk kalbu, meneguhkan kembali harapan untuk untuk kembali menginjakkan kaki, pada sebuah bangunan tua di tengah kota. Ada kegembiraan yang tak usai meski peluh berat menggerutu, menusuk dalam-dalam kehinaan sebagai sosok manusia. Aku seharusnya menjadi sahabat bagi mereka yang terdiam di antara dinding-dinding kelas yang begitu kokoh membatasi luapan keceriaan.
Jika dua ribu tahun lalu, seorang guru terlahir dan tumbuh menebus kemurkaan manusia, hidup-Nya tak pernah dipahami dan dimengerti sebagai sosok bersahaja. Perjalanan dalam beragam peristiwa tak menghentikan karya penebusan manusia. Aku berguru pada Dia, meski ketidakmampuan masih begitu terasa nyata.
Kadang aku begitu sabar, tetapi saat yang sama aku begitu mudah meluapkan kemarahan. Aku merasa paling jujur, tetapi saat yang sama aku menyembunyikan kedengkianku. Aku begitu sempurna , tetapi saat yang sama aku merasa tak mampu berbuat apa-apa. Aku merasa hebat, tetapi saat yang sama, aku diam dan terus mengeluh sepanjang waktu tiba. Aku merasa bahagia, tetapi pada saat yang sama aku meneteskan air mata.
Aku seharusnya menjadi sahabat bagi mereka yang terdiam di antara dinding-dinding kelas yang begitu kokoh membatasi luapan keceriaan.
Dia adalah guru agung yang selalu melakukan pekerjaan besar sang Bapa, tetapi hal kecil sederhana terkadang aku lupa. Sepanjang hidup, setiap waktu Dia mengajar pada sebuah perahu di tepi laut, berjalan bermil-mil menerobos panas padang gurun. Sementara aku berkeluh, meski segalanya ada berlimpah.
Dia tak mempunyai apa-apa, kecuali kehidupan yang mesti diserahkan untuk kita. Sementara kita mempunyai segalanya, dan tak mampu memberikan apapun juga. Jika Dia memudahkan hidup kita, terkadang kita begitu beringas membalas dan menyusahkan mereka.
Aku belajar pada Dia, Sang Guru kehidupan. Kelahirannya adalah kelahiran kita. Bukan hanya sebagai manusia, tetapi tetap menjalani sebagai kasih yang terus terpupuk nyata pada anak muda yang terus membuka mata. Anak-anakku terus mencari sang guru kehidupan dan sahabat perdamaian. Akankah aku terus diam dan terus melihat mereka tergenggam dalam kehidupan yang begitu runyam?
Dalam secangkir teh pagi ini, paduan rasa pahit dan manis, kehangatannya telah menyejukkan harapan. Jika dia menjadi guru kehidupan, aku akan menjadikannya sahabat kedamaian. Jika dia menjadi teman seperjuangan, aku akan merangkulnya menjadi pelita kehidupan.
Jika dia menjadi teman seperjuangan, aku akan merangkulnya menjadi pelita kehidupan.