Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membangkitkan Kembali Semangat Membaca

12 November 2023   22:24 Diperbarui: 12 November 2023   23:17 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca. Kebiasaan membaca dianggap kebiasaan kuno dan  membuang-buang waktu saja. Apalagi kehadiran sumber digital yang begitu membelenggu dan tampil lebih cantik, turut menyumbang kemampuan membaca semakin terlunta. 

Media, teknologi digital telah mengubah cara manusia menikmati sebuah informasi. Begitu cepat, setiap detik informasi tersebar menyasar masyarakat berbagai kalangan, semakin tak terbatas dan semakin  menguasai peri kehidupan. Siapa yang tak sanggup mengikuti, dialah yang harus menanggung diri, tak tahu apa-apa dan semakin terkungkung tanpa harga diri. 

Kecepatan informasi yang semakin dahsyat, semakin melemahkan ketrampilan memahami lebih dalam sebuah informasi. Tanpa dibaca, informasi apapun yang diterima secepat mungkin  dibagi ke sesama. Maka, tumbuhnya berita bohong semakin menambah runyam kehidupan sebuah masyarakat. Informasi dalam balutan kebohongan-kebohongan  tumbuh seiring tumbuhnya egoisme yang semakin menutup diri. 

Kebiasaan baik untuk memperkaya informasi semakin sulit dilakukan sehingga buku-buku di berbagai perpustakaan tetap rapi menghiasai rak-rak buku. Sementara toko-toko buku yang berjuang untuk mempertahankan diri semakin tak mampu berdiri, sebagian gulung tikar dan harus putar haluan dengan bisnis yang lain. 

Kebiasaan baik untuk memperkaya informasi semakin sulit dilakukan sehingga buku-buku di berbagai perpustakaan tetap rapi menghiasai rak-rak buku.

Sudut lain ruang perpustakaan (Dokpri)
Sudut lain ruang perpustakaan (Dokpri)

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengaku prihatin dengan Indeks Literasi Indonesia di dunia berdasarkan Survei PISA 2018. Survei tersebut menyebutkan urutan Indonesia berada di nomor 74 dari 79 atau enam peringkat dari bawah. Ia memperinci survei tersebut bahwa kemampuan membaca siswa Indonesia berada pada skor 371, sementara rata-rata negara OECD meliputi Australia, Austria, Belgia, Kanasa, Chili, Kolombia, Kosta Rika, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Jerman, dan Yunani memiliki skor 487. (1)

 Adapun menurut penilaian berdasarkan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM), skor Indonesia pada tahun 2022 sebesar 64,48 dari skala 1-100. Angka tersebut dinilai masih belum menggembirakan dan terus menjadi masalah nasional yang sangat memprihatinkan. (1)

Indeks Literasi Indonesia sangat memprihatinkan.Wajah-wajah perbukuan juga semakin terlupakan. Menulis buku tak lagi menjadi aktivitas ilmiah yang menyenangkan. Orang-orang  tak lagi percaya diri membawa buku, apalagi membaca di ruang-ruang terbuka dan tempat umum.    

Saat toko-toko buku semakin terberangus zaman dan semakin tak mampu bertahan, sementara wajah perpustakaan tetap menjadi ruang sejarah yang membosankan, usaha membangkitkan kembali minat baca dan kebangkitan minat baca harus terus dilakukan. Sekolah selayaknya mengambil peran  penting untuk kembali membangkitkan harga diri bangsa. Kemampuan anak bangsa harus terus ditingkatkan agar  semangat kritis, berpikir logis dan kreatif. 

Sekolah selayaknya mengambil peran  penting untuk kembali membangkitkan harga diri bangsa. Kemampuan anak bangsa harus terus ditingkatkan agar  semangat kritis, berpikir logis dan kreatif. 

Ruang baca yang nyaman (Dokpri)
Ruang baca yang nyaman (Dokpri)

Generasi muda harus tetap sanggup berkompetisi bukan hanya tingkat lokal tetapi juga internasional.  Karena itulah harus ada usaha keras agar  generasi muda tidak terbalut kemalasan yang meninabobokan kehidupan. Jika ini terjadi,  bonus demografi yang kita impikan pada tahun 2030 hanya akan menjadi  isapan jempol belaka.

Kolese Kanisius sebagai sebuah sekolah yang selalu mengambil peran dalam menguatkan pendidikan karakter. Pelajar kritis, inovatif dan berdaya saing tidak akan tumbuh tanpa semangat literasi yang tinggi. Karena itulah, membangkitkan kembali semangat membaca harus terus dikumandangkan. 

Kebiasaan membaca harus menjadi cara hidup setiap Kanisian agar tidak menjadi manusia yang begitu mudah terbalut kebohongan. Maka, perpustakaan Kolese Kanisius yang awalnya dalam kondisi memprihatinkan akhirnya direnovasi dan diubah  menjadi ruang perpustakaan yang indah dan menyenangkan.  

Deretan rak buku dengan koleksi lengkap berbagai buku, ruang baca pribadi, ruang diskusi kelompok, dan ruang pertemuan setiap hari dipenuhi siswa dalam beragam aktivitas. Belajar tidak lagi hanya terjadi di ruang kelas, kini, perpustakaan menjadi alternatif siswa Kolese Kanisius untuk membangkitkan kembali semangat membaca. Semoga.    

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun