Menemukan Kurikulum Bermakna
Hampi 80 tahun kemerdekaan negeri ini, masalah pendidikan belum menemukan kerangka yang kuat. Masih seringnya otak-atik kurikulum dalam masa-masa pemerintahan baru, seolah memunculkan kesangsian akan lahirnya pendidikan nasional yang bermartabat. Padahal, jejak-jejak pendidikan nasional telah dimulai sejak munculknya tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara melalui sekolah Taman Siswa tahun 1922.Â
Padahal, jejak-jejak pendidikan nasional telah dimulai sejak munculknya tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara melalui sekolah Taman Siswa tahun 1922.Â
Jejak Ki Hajar Dewantara dalam memajukan pendidikan Indonesia adalah dengan mendirikan sekolah bernama Taman Siswa di Yogyakarta pada 3 Juli 1922. Lewat Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara berusaha memadupadankan pendidikan bergaya Eropa dengan pendidikan gaya Jawa tradisional. Di sekolah ini juga, Ki Hajar Dewantara menumbuhkan kesadaran para siswa bumiputera akan hak-hak mereka dalam mendapat pendidikan yang layak. (2)
Namun, jejak ratusan tahun lalu tersebut sepertinya tidak pernah menjadi pijakan untuk memperkembangkan pendidikan nasional. Alhasil, pendidikan yang  bermartabat dan berkarakter masih sebatas impian. Pendidikan yang berkualitas masih sebatas perdebatan.  Pendidikan melahirkan sumber daya yang berkualitas hanya semacam dongeng belaka. Kita masih terjebak pada keinginan mengganti dan terus mengganti. Semoga kisah tentang pergantian kurikulum tidak hanya menjadi rutinitas masa pergantian menteri.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H