Bagi orang tua, menenami sang anak hadir dalam wajah-wajah kegembiraan dan keceriaan bermain adalah relasi kosmik yang terus menyeimbangkan jiwanya. Mungkin saja sekadar bermain bola bersama, bermain tali bersama, bermain air bersama adalah  atau menghabiskan waktu berenang di kolam atau air terjun tidak akan menumpulkan dirinya. Wajah-wajah gembira itu harus tetap tertahan tanpa saling menjatuhkan.Â
Petualngan untuk terus menemukan arti sebuah relasi dan persahabatan akan tersaji tanpa rayuan yang menggoda diri dari kecanggihan telepon pintar.
Pengalaman-pengalaman baru yang terus tersaji dalam petualangan tidak hanya akan melunturkan kondisi psikis yang terus membelenggu seorang anak, tetapi akan menjadi sarana membuka diri agar tidak hanya menghabiskan waktu bermain tanpa emosi. Petualangan untuk terus menemukan arti sebuah relasi dan persahabatan akan tersaji tanpa rayuan yang menggoda diri dari kecanggihan telepon pintar.Â
Jika orang tua hanya diam, seorang anak tidak akan lagi memahami arti menjadi sebuah  keluarga. Bahkan, pengetahuan akan keluarga tidak akan pernah dipahami sebagai sebuah lingkungan yang telah membentuknya. Masing-masing akan hidup berjauhaan, tak ada lagi saling sapa, apalagi saling membutuhkan. Tidak ada kebutuhan, tidak ada keinginan untuk menempatkan seorang teman sebagai sahabat sejati sepanjang masa. Dia tidak saling mengenal.Â
Meski bermain bersama begitu mahal untuk dilakukan, meluangkan waktu untuk menemani sang anak bermain dan berkompetisi adalah sajian menghalau pribadi yang jauh dari bisnis kriminalitas. Karena, seorang anak membangun dirinya dengan pondasi yang telah dibentuk orang tuanya. Ini bukan nepotisme atau politik dinasti.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H