Politik. Gelegar politik mulai terasa. Pertunjukan dalam rangkaian cerita nan panjang siap mempertontonkan siapa tokoh utama dan siapa tokoh figuran. Gong dibunyikan dan pertunjukan disajikan. Rakyat terlelap dalam mimpi panjang.Â
Sebuah wayang semestinya dipertunjukkan oleh satu dalang. Cerita disampaikan dalam sebuah rangkaian yang terkadang sulit ditebak dan tak mungkin disangka. Tokoh-tokoh menyampaikan peran dalam penguasaan sang dalang. Meski cerita selalu saja disampaikan, tetapi sang dalang mempunyai kuasa untuk mengubah dan menyelesaikan cerita. Terkadang yang baik akan menang, tetapi saat lain, yang jahat akan dimenangkan. Bagi dalang tidak ada kebaikan, tidak ada kejahatan. Cerita adalah sebuah rasa yang selalu bergejolak dalam dada sang dalang.Â
Dalang sebuah pertunjukan kini tidak cukup hanya satu. Banyak orang pintar siap menjadi dalang. Banyak orang berkelimpahan menjadi dalang. Banyak pejabat menjadi dalang. Banyak politikus menjadi dalang. Dalang-dalang semakin banyak dan banyak memerankan peran-peran. Wayang kini dikuasai puluhan dalang yang siap menyajikan wajah-wajah baru tanpa malu. Kehendak sang dalang adalah kekuasaan sang pemeran. Pertunjukan dalam penguasaan puluhan dalang.Â
Dalam pertunjukan tak ada tokoh protagonis dan ada tokoh antagonis. Tokoh baik selalu disajikan dalam bungkus kedengkian, kemiskinan, kekalahan, bahkan mereka yang tersingkirkan. Tokoh jahat dihadirkan dalam tokoh yang penuh kemarahan, angkara murka, kedengkian dan ketidakpedulian. Suatu waktu tokoh utama selalu tersingkirkan oleh sang dalang, tetapi di waktu yang lain dia menjadi pahlawan bagi kelompoknya. Begitu sulit membaca kebaikan dan kejahatan, ketika sang dalang adalah tokoh yang diperankan.Â
Terkadang yang baik akan memang, tetapi saat lain, yang jahat akan dimenangkan. Bagi dalang tidak ada kebaikan, tidak ada kejahatan. Cerita adalah sebuah rasa yang selalu bergejolak dalam dada sang dalang.
Tokoh-tokoh jahat menguasai negara, tetapi sang dalang tetap diam. Tokoh-tokoh baik menampilkan keonaran, membakar kota dalam keberingasan, tetapi sang dalang mendiamkan, bahkan tertawa dalam kegembiraan. Tidak ada lagi layar putih, pertunjukan itu selalu diakhiri dengan warna merah penanda kekalahan yang belum berakhir. Pertunjukan berlanjut saat kekalahan demi kekalahan terjadi di sebuah istana.Â
Tokoh tersingkirkan itu mempertontonkan kehebatan, mendekat lawan yang tak bisa dilawan dua puluh tahun lalu. Dia tertawa dan menantang sang dalang yang tak memahami alur cerita. Calon raja duduk bercanda dengan tokoh yang pernah disingkirkannya. Mereka mengadu pada kehidupannya yang tak pernah menjadikannya penguasa negeri. Keduanya tersenyum seolah mengajak melupakan sejarah kelam yang pernah dialaminya. Tokoh antagonis itu menjadi pujaan dan dipuja-puja meski hanya sejenak. Teriakan sang dalang mengakhiri petualangan.Â
Dalang bercerita tentang perang dan kemenangan. Ada tokoh yang diunggulkan tetapi tak mampu berbicara. Ada tokoh yang diinginkan tetapi tak punya kemampuan. Ada tokoh yang diidolakan tetapi selalu berisik di berbagai media sosial. Tokoh-tokoh yang diperankan dalang itu seolah berlomba menjadi dalang dan menguasai pertunjukan.Â
Sang dalang terus bercerita meski tak satupun penoton ada, jutaan penonton pulang tanpa sanggup menangkap pesan pertunjukan.Â