Masker. Penutup hidung dan mulut itu begitu berkuasa. Dua tahun menunjukkan keperkasaannya, kain tipis dalam segala ragam gaya itu akhirnya menyerah tak punya kuasa. Meski sebagian masih mempertahankan karena ketakutan yang berkepanjangan.Â
Pemandangan manusia-manusia bermasker perlahan mulai menghilang. Bukan hanya di jalanan, di sepanjang angkutan umum semacam kereta api, bus, angkutan kota, ojek-ojek jalanan manusia bermasker tampak tak lagi memenuhi pemandangan. Karena aturan relah dicabut, penggunaan masker mulai melemah dan tak wajib digunakan. Meski ada yang berani melepas, tanpa masker, tetapi ada juga yang masih terbelenggu dalam masa katakutan.Â
Pemerintah Indonesia melalui Satgas Penanganan Covid-19, resmi mencabut aturan kewajiban penggunaan masker di semua ruang publik. Aturan baru yang dirilis sejak Jumat (9/6/2023) ini membebaskan masyarakat dari kewajiban penggunaan masker di tempat umum dan fasilitas publik. Aturan yang sama juga berlaku bagi masyarakat ingin melakukan perjalanan dalam maupun ke luar negeri. Hal ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan pada Masa Transisi Endemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Disebutkan dalam aturan tersebut, masyarakat masih dianjurkan menggunakan masker apabila merasa kondisi kesehatannya kurang baik. Sebaliknya apabila merasa sehat, keharusan penggunaan masker sudah tidak berlaku untuk situasi apa pun.(1)
Sorak-sorai penghuni bangsa ini mulai terasa. Kebebasan begitu ramai dirayakan. Kegembiraan terlihat dimana-mana menyusup dalam ruang-ruang keramaian di penjuru kota. Kantor-kantor mulai membebaskan diri dari penggunaan masket. Pabrik-pabrik mulai melepaskan kebiasaan menggunakan masket. Pasar-pasar tidak lagi  dihiasai manusia terbungkus masker. Kebebasan dirayakan dimana-mana.Â
Bukan hanya menutup mulut dan hidung dari segala virus yang menyerang, pandemi Covid-19 ternyata telah menutup mata dan mata hati dari segala kebaikan.
Pembebasan di kelasÂ
Mulut terbungkam, hidung terhalang melindungi segala daya Covid-19 menyerang. Dalam segala serangan itu, kita tak lagi mampu berbicara apa-apa. Bukan hanya kepada orang terdekat dengan kita, di segala tempat kebisuan-kebisuan memunculkan keraguan dan kebencian. Bukan hanya menutup mulut dan hidung dari segala virus yang menyerang, pandemi Covid-19 ternyata telah menutup mata dan mata hati dari segala kebaikan. Kemanusiaan dilunturkan, persaudaraan disingkirkan dengan mata yang seolah-olah terpejam. Begitu berat menghadirkan persaudaraan dan persahabatan.Â
Kini, musuh kita telah menjadi sahabat kita. Saatnya segalanya berakhir. Ruang-ruang kelas mulai dipenuhi dengan kesetiakawanan, kedekatan dan persahabatan sejati. Menutup mulut bukan lagi menjadi cara hidup dalam menghidupkan karakter, menutup mata menjadi  cara menghidupkan sendi-sendi kemanusiaan. Setiap siswa selayaknya mulai berani untuk menggali diri, membangun relasi, dan membangkitkan komunikasi.Â
Ruang-ruang kelas mulai terbiasa dengan candaan dan tawa riang segenap siswa. Siswa dan guru hadir tanpa masker di ruang-ruang kelas. Ketakutan mulai hilang, kehidupan mulai dihidupkan di segala ruang. Pandemi yang hadir begitu mencekam dalam dua tahun menguasai bumi, kini, telah menjadi sahabat sejati manusia-manusia di Bumi. Pandemi tidak lagi menghadirkan kesengsaraan, ketakutan, dan kebencian antarmanusia. Pandemi Covid-19 telah menjadi sahabat. Kita tak perlu menutup mulut dan hidung.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!