Tangisan hati atas pilihan ini memang begitu kuat. Keraguan selalu saja muncul; bagaimana mungkin seorang istri harus meninggalkan suami yang begitu kokoh membanting tulang di Jakarta untuk menghidupi keluarganya. Apakah setiap orang akan tahu dan mengerti atas pilihannya. Mungkin saja banyak orang yang akan menganggapnya sebagai istri yang tidak tahu diri, istri yang tidak bisa diandalkan, atau istri yang serakah atas kemauan sendiri.Â
Keputusan tegas pun diambil, Bu Susi muda ini pun akhirnya tinggal di kampung halaman, jauh dari suaminya yang bekerja di kota.Â
Rumah kecil di kampung halaman itu kini cukup ramai. Seorang wanita renta tidak lagi kesepian. Bu Susi hadir sebagai sahabat sejati, tempat berbagi cerita dan kenyataan hidup. Dia, kini, bukan lagi harus menyayangi seorang anak kecil, tetapi harus hadir merawat seorang ibu yang telah melahirkannya.Â
Hari demi hari perjalanan hidupnya memang terus bergulir begitu keras. Kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan sang buah hati juga semakin banyak, sementara sang ibu juga membutuhkan begitu banyak makanan bergizi dan obat-obatan untuk mempertahankan hidupnya. Sementara gaji sang suami tidak lagi bisa mencukupi segala kebutuhan.Â
Bukan sebuah keserakahan dan gaya hidup yang mengada, tetapi hidup harus tetap dipertahankan. Ketika sang buah hati sudah bisa berlari, Bu Susi pun harus mencari peluang baru; bekerja dan terus bekerja. Gayung bersambut. Beberapa keluarga ternyata membutuhkan tenaga kerja serabutan untuk bekerja setangah hari di rumah, sekadar mencuci baju, menyetrika, atau membersihkan rumah.Â
Belum usaiÂ
Kesempatan itu pun tak dilepaskan. Kini, wanita muda itupun bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Namun, dia tidak pernah bekerja tetap di sebuah rumah. Setiap hari, dia selalu berganti rumah untuk bekerja memberihkan rumah, mencuci, atau menyetrika. Dia mencuci pakaian di sebuah rumah Pak Pono setiap hari Senin. Dia membersihkan rumah setiap hari Selasa di rumah Pak Sigit. Setiap Rabu, dia selalu mencuci dan menyetrika di rumah Pak Bejo, seorang pegawai kecamatan. Setiap Kamis, dia mencuci pakaian dan membersihkan rumah di rumah Pak Oscar. Setiap Jumat, dia mencuci dan menyetrika di rumah Pak Budi. Sabtu pun dia bekerja di rumah Pak Poni.Â
Bu Susi wanita muda itu, kini terus berjuang. Bukan hanya merawat sang anak, merawat ibunya, tetapi juga memnghidupi diri dengan bekerja di banyak tempat. Sorang anak kecil, si buah hati itu selalu setia menemani sang ibu bekerja. Meski terkadang hanya tiga atau empat jam sehari dia bekerja dengan pendapatan enam puluh ribu rupiah, rasanya kelelahan setiap usahanya itu mulai tertebus ketika si buah hati mulai bersekolah.Â
Kini, wanita perkasa itu bukan lagi hanya menjadi milik sang suami, tetapi juga menjadi milih sang ibu, milik keluarga lain yang membutuhkan kekuatan tenaga fisiknya. Perjuangan ibu muda ini belum selesai karena begitu banyak orang yang menuntut untuk ia tetap sempurna sebagai seorang wanita. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H