Mohon tunggu...
ari imogiri
ari imogiri Mohon Tunggu... Administrasi - warga desa

suka aja mengamati berita-berita politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilu 2014, Hancurnya Usaha Dominasi Politik Kraton Yogyakarta

22 April 2014   01:09 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:22 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan legislatif tahun ini benar-benar mengejutkan banyak pihak yang ada di Yogyakarta. Salah satu yang mengejutkan dan menghenyakkan banyak pihak adalah hancurnya usaha dominasi politik oleh Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Gubernur yang sekaligus juga raja Yogya yaitu Sri Sultan HB X agaknya pantas malu karena perolehan istri dan anak-anak mantunya jauh dari yang dibayangkan.

Kraton Yogyakarta sangat kentara ingin melakukan dominasi politik di setiap tingkat politik dari nasional, propinsi, hingga daerah. Istri Sri Sultan, GKR Hemas, maju untuk ketiga kalinya sebagai calon DPD. Agaknya ini satu-satunya politikus perempuan yang nyalon DPD paling sering. Selain Hemas, anak mantunya ada dua juga yang nyalon untuk DPR dan DPRD Propinsi DIY. Anak mantu yang pertama, yang bernama KPH Wironegoro yang tidak lain adalah suami dari anak pertama Sultan-Hemas, yaitu GKR Pembayun, maju untuk DPR RI dari partai Gerindra dengan nomer urut 2. Selain Wironegoro, ada juga anak mantu Sultan-Hemas yang bernama Purboningrat yang maju untuk DPRD DIY dari dapil Bantul Barat melalui kendaraan partai politik PDIP.

Majunya trah Sultan, mulai dari istri hingga anak-anak mantunya ini, sebenarnya kurang memahami budaya Jawa itu sendiri terutama soal keelokan anak istri yang maju berpolitik bersama-sama. Selama ini Kraton dianggap sebagai lembaga yang dipercaya sebagai penjaga etika politik, tapi pada kenyataannya majunya anak dan istri ke gelanggang politik ini membuyarkan segala tatanan etik tersebut.

Terlihat sekali bahwa majunya anak istri Sultan ke politik di tiap tingkatan nasional hingga daerah ini memanfaatkan momentum ditetapkannya Sultan sebagai gubernur sekaligus raja selama-lamanya melalui PENETAPAN. Jadi, propinsi dikuasai oleh sang ayah, politik di pusat melalui DPD dikuasai oleh sang istri (GKR Hemas) dan DPR dimasuki mantunya, dan politik di tingkat daerah (DPRD DIY) dimasuki oleh  anak mantu satunya lagi. Kraton Yogyakarta menata dominasi ini secara vulgar karena begitu ada penetapan melalui UU Keistimewaan, maka Kraton pun agak kemaruk mengajukan istri Sultan dan anak-anak mantunya jadi calon dewan. Belum lagi tahun depan ada pemilihan kepala daerah di Bantul dan Sleman yang pasti Kraton juga akan menancapkan dominasi politiknya. Entah melalui anak yang mana lagi.

Tapi apa hasil usaha dominasi oleh Kraton ini? Bisa dibilang pemilihan legislatif 2014 di daerah pemilihan DIY ini jadi ajang pembuktian seberapa kuat cengkeraman Kraton. Buktinya, usaha Kraton ini hancur lebur. Anak mantu Sultan, Wironegoro, yang maju dari Gerindra untuk pusat kalah telak dari caleg pusat se-partainya. Wironegoro hanya mampu meraup suara by name belasan ribu saja, kalah jauh dibandingkan anak mantan Panglima TNI Joko Santoso, Andika Pandu Puragabaya. Bahkan di TPS nya sendiri, anak mantu Sultan ini “keok”. Padahal ketika kampanye, di berbagai spanduk dan iklan korannya, Wironegoro selalu membawa nama Sultan yaitu sebagai “putra menantu Sri Sultan Hamengkubuwono X” dan termasuk menggeber baliho-baliho jalanan yang memasang gambar istrinya (GKR Pembayun) dengan mengatakan “kami sekeluarga mendukung KPH Wironegoro menuju Senayan”. Tampaknya Wironegoro betul-betul hanya mengharapkan dukungan elit Kraton yaitu ayah mertuanya, istrinya, dan mungkin juga ibu mantunya untuk mendulang suara warga Yogyakarta. Tapi demikianlah. Warga Yogyakarta sudah tidak lagi mudah terbodohi oleh cara-cara pintas demikian.

Belum lagi anak mantu Sultan yang lain, yaitu Purboningrat, yang maju propinsi melalui partai PDIP. Purboningrat sudah bisa dipastikan gagal lolos ke dewan propinsi karena kalah pertarungan sejak awal dan hanya bisa menyerah dengan kompetisi sengit di partainya Megawati ini. Demikian juga dengan GKR Hemas. GKR Hemas memang sudah bisa dipastikan jadi lagi untuk duduk di DPD ketiga kalinya. Tapi beliau juga pernah sesumbar bahwa pada pemilu kali ini target suaranya bisa menembus 1 juta walaupun hasil sekarang ini menunjukkan perolehan suara Ibu Ratu tersebut tidak bisa sesuai target.

Pemilu kali ini telah jadi ajang pembuktian paling adil bagi para penghuni Kraton Yogyakarta tersebut bahwa para jagonya tidak begitu laku jual di masyarakat Yogyakarta sendiri. Masyarakat Yogyakarta jauh lebih rasional dan mandiri dalam menentukan sikap politiknya. Tidak ingin didikte oleh jargon para ningrat karena nasib mereka juga pada akhirnya ditentukan sendiri oleh usaha sendiri, bukan dijamin oleh para ningrat bumi Mataram ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun