dalam dunia persilatan, eh perpolitikan, efek kejut adalah suatu hal yang bisa menarik perhatian public, dan hal itulah yang dilakukan oleh para elit perpoltikan negeri ini dalam memunculkan kandidat yang akan ditampilkan dalam pertarungan memperebutkan kursi gubernur di ibukota Negara.
lihatlah megawati, prabowo, sampai sby memerlukan waktu di ujung waktu sampai kemudian mengumumkan siapa jago yang mereka usung di perhelatan pilgub jakarta. megawati yang berada pada posisi ditarik ulur antara dua kekuatan yang pro dan kontra ahok pada akhirnya mengusung kembali petahana, ahok-jarot untuk mempertahankan kursi kepemimpinan di Jakarta.
sementara partai –partai lain, yang di tingkat pengurus propinsi telah sepakat membentuk aliansi bersama dengan tagline koalisi kekeluargaan akhirnya di menit-menit akhir pendaftaran calon gagal mencapai kesepakatan untuk mengusung satu pasangan calon.
sehingga akhirnya seperti kita ketahui bersama, kini muncullah tiga pasang calon gubernur-wakil gubenur Jakarta yaitu sang petahana ahok-jarot, dan dua penantangnya yaitu agus – sylvi serta anies – uno.
jika kita membuka lembaran masa lalu, ada sebuah legenda yang ditulis oleh para pujangga kita dan sering ditampilkan dalam berbagai pentas tradisi di tanah jawa bagian tengah sampai timur, kisah tentang perseteruan antara majapahit dengan blambangan, antara kencoco wungu dengan menak jingo. sebuah kisah legendaris yang bahkan bagi sebagian masyarakat tanah jawa dianggap sebagai kisah yang mencerminkan kejadian nyata, tentang perebutan tahta dan kekuasaan.
syahdan, dalam kisah itu disebutkan bahwa menak jingo adalah raja blambangan yang mempunyai sifat kasar, suka marah-marah, mau menang sendiri dan segerobak sifat negatif lainnya. saat itu majapahit sedang dalam kondisi lemah, ratu kencono wungu dikisahkan tak mempunyai  senopati handal untuk bisa mengalahkan kedigdayaan menak jingo.
hingga akhirnya, muncul seorang anak padepokan yang masih ingusan bernama damar wulan yang berani untuk bertarung demi mengalahkan menak jingo. kemunculan damar wulan ini tentu dipandang sepele oleh banyak pihak, termasuk oleh sebagian sanak kadangnya sendiri, karena mereka tahu betul kedigdayaan dari menak jingo, begitu banyak senopati andalan yang tak berdaya menghadapi menek jingo.
namun akhirnya, dengan kepiawaian dari damar wulan yang bersekutu dengan selir menak jingo, maka kelemahan dari menak jingo dapat diketahui, dan dalam kisah akhirnya tercatat bahwa menak jingo yang digdaya itupun akhirnya takluk di tangan anak ingusan bernama damar wulan.
inspirasi yang bersumber dari berbagai kisah masa lalu, sejatinya bisa digunakan dalam dunia persilatan, eh perpolitikan masa kini. dan kini tampaknya kisah menak jingo damar wukan ini menjadi inspirasi bagi munculnya pasangan agus harimurti dan sylviana murni,
agus harimurti yang adalah perwira muda yang tak pernah muncul dalam berbagai perbincangan maupun survey calon penantang petahana adalah wajah damar wulan masa kini yang dulu pun kemunculannya untuk menantang menak jingo tak pernah dibayangkan oleh para punggawa kerajaan maupun oleh rakyat, sementara sylviana murni adalah orang dalam pemerintahan yang tahu betul kelebihan dan kelemahan sang petahana dalam memimpin Jakarta selama selama ini.
namun tentu kondisi realitas politik tak bisa serta merta mengcopy paste kisah masa lalu, diperlukan kerja-kerja yang terukur dan tak kenal lelah untuk memastikan bahwa agus harimurti adalah damar wulan masa kini yang mampu menaklukkan menak jingo  yang dikenal tangguh dan digdaya.