Anak muda yang marah itu, Mohamed Bouazizi, membakar diri 17 Desember 2010, dan revolusi meletus di Tunisia. Tapi tak tiap orang yang membakar diri untuk menggugat bisa menggerakkan perubahan seperti pedagang kecil di tepi jalan Tunis yang dianiaya kekuasaan itu. Di Kairo, sebulan kemudian, Abdou Abdel-Monaam Hamadah juga mencoba membakar diri, tapi ia—yang tak meninggal—tak pernah disebut sebagai pemicu "Revolusi 25 Januari" yang bergerak dari Alun-alun Tahrir. Empat orang lain menyusul di Aljazair, namun, tragisnya, hanya menimbulkan guncangan kecil.Pun juga di Indonesia, betapa kematian Sondang hanya menjadi sebuah riak di tengah arus besar hiruk pikuk pentas politik negeri ini.
Revolusi atau people power memang sesuatu yang unik, kita tidak bisa kemudian hanya serta merta terpukau dengan kejadian yang terjadi di Negara lain kemudian mencoba menirunya, karena Revolusi selalu punya pengagum dan epigonnya, tapi tak pernah merupakan fotokopi. Maka itulah yang terjadi di negeri ini, meski aksi bakar diri juga dilakukan di negeri ini, maka itu tidak kemudian bisa memicu terjadinya revolusi di Indonesia, oleh karena sekali lagi, revolusi selalu unik, butuh sesuatu yang berbeda-beda di antara negara-negara untuk bisa memicu terjadinya sebuah revolusi. Meski betul revolusi selalu berakar akan adanya kemiskinan, dan ketidakadilan, namun itu saja tidak juga cukup untuk membangkitkan sebuah revolusi, karena jika hanya semata-mata adanya kemiskinan, dan ketidakadilan bisa memicu revolusi, maka mustinya tiap hari ada revolusi berkobar.
Indonesia, negeri yang mustinya kaya raya, karena dianugerahi dengan berbagai kelebihan dan kekayaan, namun nyatanya dapat dengan mudah kita jumpai kemiskinan dan ketidakadilan terpapar di depan mata. Dan di media massa, dapat dengan mudah kita temui lontaran-lontaran untuk terjadinya revolusi orang kaum oposan yang tidak sepaham dengan pemerintahan saat ini. Namun nyatanya, hingga saat ini gayung tak bersambut, tak terlihat sedikitpun gejala-gejala revolusi yang terjadi di belahan timur tengah akan menerpa negeri ini. Hal ini sekali lagi menunjukkan betapa revolusi memang tak bisa hanya sekedar meniru-niru atau sekedar fotokopi belaka. Revolusi selalu membutuhkan penyulut yang unik di setiap tempat. Dan negeri ini saat ini sepertinya juga sudah lelah dengan hal-hal yang berbau revolusioner, maka berbagai  tawaran dan ajakan revolusi tak mendapat tempat di kalangan masyarakat.
(sebagian tulisan diambil dari Catatn Pinggir, karya Gunawan Muhammad, berjudul Hujan, di tempo.co)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H