Mohon tunggu...
Arif Zakiyul Mubarak
Arif Zakiyul Mubarak Mohon Tunggu... Novelis - Pengamat Politik, dan Akademisi Ushuluddin dan Filsafat

Fortis Fortuna Adiuvat, & Ad Maiora Natus Sum (Keberuntungan akan berpihak kepada si pemberani, & Aku di lahirkan Untuk hal yang lebih besar)

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Mahasiswa, "Selamat Tinggal idealisme"

8 Desember 2023   14:00 Diperbarui: 8 Desember 2023   14:11 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Sebuah ungkapan dari tan malaka "idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki seorang pemuda" memberikan makna dalam setiap pergerakan yang harus di kompori dengan sebuah idealisme, artinya sebuah pergerakan yang di lakukan oleh kaum muda-mudi harus ada landasan yang menjadi pegangan dari pergerakan tersebut.

Idealisme disini dapat diartikan sebuah kepercayaan atau gagasan yang perjuangankan. Tidak terkecuali para mahasiswa yang harus terus mengawal bentuk demokrasi Negara Indonesia, Landasan konsep demokrasi Indonesia adalah Pancasila yang secara tekstual terdapat di dalam Pembukaan UUD, khususnya sila keempat. Kata kunci dari sila keempat ini adalah kerakyatan yang bermakna kedaulatan rakyat yang sejajar dengan istilah demokrasi.

Disini salah satu bentuk tugas mahasiwa dalam pergulatan sosial-politik adalah sebagai agent of change, bukan hanya mengawal bentuk demokrasi tetapi mahasiswa di bentuk critical thinking terkait pergerakannya untuk menjaga idealisme di setiap perjuangan nya. Sebagaimana ungkapan Tan Malaka tadi mengantarkan seorang mahasiswa harus menjaga hal terakhir tersebut.

Melihat berbagai dinamika politik yang bergelut di kalangan masyarakat saat ini menjadikan mahasiswa terus aktif dalam memberikan intruksi dan saran terhadap perjalanan politik di Indonesia.

Penulis mengambil pergulatan idealisme mahasiswa sebagai kader umat dan bangsa sangat disayangkan apabila tunduk kepada kemunafikan yang terjadi. Lalu apa bedanya dengan emperialisme yang terjadi di masa penjajahan yang hanya mementingkan politik perut, yang mengandalkan kekuasaan hanya untuk kepentingan semata.

Maka tidak ada kata lain selain "selamat tinggal idealisme" seakan-akan tidak ada yang perlu dipertahankan kembali kecuali kepentingan para penguasa.

Bentuk perwujudan idealime harus terus di pertahankan walaupun kontradiksi bisikan-bisikan penguasa itu lebih meyakinkan untuk meruntuhkan idealisme mahasiswa.

Bertajuk rasa iba jikalau tradisi critical thinking pada mahasiswa hangus ditelan bumi, sebuah lirik mars mahasiswa yang berbunyi; "Kepada pewaris peradaban, Yang telah menggoreskan, Sebuah catatan kebanggaan, Di lembar sejarah manusia." Menjadi sebuah lagu hafalan wajib bagi Maba (mahasiswa baru).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun