"Aku di sini saja. Â Pilihanku tidak berubah meski kalian membujukku terus. Â Jawabanku tetap sama seperti 10 tahun lalu. "
"Kau tidak bisa makan dengan idealismemu, Liq. " Yandi ikut menekanku. Kali ini aku membalas Yandi dengan menatapnya tajam.
"Memang,  aku  tak akan makan idealismeku seperti kalian. "  Nada suaraku tegas.  Mereka terlihat terkejut.
"Tapi aku akan tetap bisa makan, bahkan mampu memberi makan orang lain dengan idealismeku."Â
 Aku memberi isyarat kepada ketiga temanku itu untuk mendekatiku yang saat ini sedang berada di sebuah batu gunung yang terletak di pojok sawah.  Mereka mengikuti arahanku.
Dengan isyarat tangan, kusuruh mereka mendekati batu dan melihat sebuah tanda yang tertera jelas di batu itu.
Sebuah prasasti.
Sederhana saja bentuknya. Empat inisial huruf, A, B, N, Y dan disusul tanda cinta berbentuk hati lalu sebuah kata PETANI.
"Prasasti ini kita buat saat kita mengadakan KKN di desaku ini. Â Kalian ingat?"
Mereka terdiam.Â
"Aku mengingatnya selalu untuk bertahan menjadi petani dan berjuang keras sekuat tenagaku meski godaan untuk mengikuti kalian nyaris membatalkan niatku. Aku bertahan menjadi petani karena sumpah kita dulu untuk memperjuangkan petani dengan ilmu kita."