Oleh-oleh Muktamar
By Arifulhak Atjeh
    Sejuk di pagi hari  menjadikan suasana di kamar semakin santai. Aghhh... sekali gerak,  badan  ini sudah lurus di spring bed putih yang sejak tadi malam saya tempati.
   'Tok-tok, suara pintu dari luar dan sayup terdengar sebuah panggilan. "Sarapan paginya sudah siap, Pak, silakan ke ruang makan ya Pak. "Ya, mas. Terima kasih", sahutku datar.
    Ayo Pak, kita sarapan. Teman sebelah mengajak. Ya, Pak. Sambil bercanda ringan kami pun bersama menuju ruang makan.
    Kedua teman di depan memilih makanan dan minuman sesuai selera dan saya pun ikutan juga. "Pilih-pilih, dikenyangkan ya Pak," sang pelayan menambahkan.
      Setelah memilih makanan yang disukai, maka minum teh panas menjadi satu-satunya pilihan karena  tong yang tersedia  bertuliskan TEH TAWAR. Dengan gerakan cepat teh pun dituang perlahan dan menambahkan dua sendok gula cair yang ada di samping tong untuk selanjutnya duduk di kursi yang telah tersusun rapi.Â
   Â
     Melihat nasi goreng yang telah berada di hadapan, maka waktu yang ada benar-benar dimanfaatkan. Ya, nasipun mulai berpindah. Enak juga, "kata teman di samping. "Ya, enak, sahutku sambil mengunyah". Tak membiarkan kunyahan semakin banyak berlalu, perlahan teh yang di depanku pun mulai dikucak dan mencoba mencicipinya. Satu sendok berlalu. Koq gak enak, ya, tak berasa. Ahhh...sendokan kedua dilanjutkan, juga tidak ngaruh. Hmhhh.., mungkin lidahku lagi bermasalah,"gumamku dalam hati." Â
    Sudahlah,...meskipun tehnya tak ada rasa, masih ada nasi goreng, koq. Lumatan demi lumatan pun berlalu.
    Gak lama kemudian, lagi asyik mengunyah, si karyawan datang dan berkata, "Pak, ini
 gulanya ya, Pak dan   meletakkannya di samping tong TEH TAWAR. "Ya, mas,"terima kasih." Kami pun bertiga saling bertatapan dan tersipu malu.
Jadi,... gula cair tadi itu apa, Tom ? tanyaku spontan."
#bersambung#