Mohon tunggu...
AyahArifTe
AyahArifTe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Ayah

Penulis dan mantan wartawan serta seorang ayah yang ingin bermanfaat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Sudirman Cup dan Kenangan Ayah

4 Oktober 2021   14:33 Diperbarui: 4 Oktober 2021   14:36 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ajang turnaman badminton bergengsi Sudirman Cup baru saja berakhir di Finlandia (meski tim badminton Indonesia kalah ... hehe). Setiap ada turnamen badminton seperti ini selalu muncul kenangan pada almarhum ayah saya. 

Bagaimana tidak, semasa hidupnya ayah saya adalah salah-satu tokoh badminton yang lumayan terkenal pada zamannya. 

Sjamsuddin Usman, nama ayah saya. 

Di kalangan PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia) era jadul namanya cukuplah terkenal. Karena ayah saya tergolong sosok yang turut menemukan dan membina sejak dini pebulutangkis nasional Sarwendah dan kakaknya, Ratih Kusumawardani. 

Saya pun masih teringat ketika ayah saya menggembleng kedua pebulutangkis ini di klub bulutangkis tempat saya berlatih juga, PB Mei.

Ayah saya terkenal sebagai pelatih fisik yang 'kejam' bagi Sarwendah dan Ratih. Latihannya di GBK. Sarwendah pernah mengakui sendiri hal itu. "Apa yang saya ingat dari Om Sam, kalau latihan fisik, habis-habisan nafas kita," tutur Endah, panggilan akrabnya. Tapi, hasilnya Endah sempat menjadi pebulutangkis yang diperhitungkan di tingkat nasional dan dunia. 

Kenangan lain dari ayah saya adalah ketika ia ikut tim PBSI ke ajang bulutangkis di Singapura (itu kali pertama ia keluar negeri), ia membawa oleh-oleh sebuah bola dan sepatu merek Lotto (merek sepatu Itali yang nge-tren saat itu). 

Satu cerita yang saya ingat betul adalah ketika ayah pulang dari Makassar. Sambil menunjukkan sebuah foto ia bilang, "Ini ayah, ini walikota Makassar. Ayah makan satu meja dengan dia. Ingat ya ... ayah gak lulus SD, tapi bisa makan satu meja dengan walikota," tutur ayah saya waktu itu. 

Saya tahu ayah saya bukan bermaksud menyombongkan diri. Ia berharap kami anak-anaknya akan lebih berhasil karena pendidikan kami lebih baik dari dirinya. 

Ketika Piala Sudirman pertama diadakan pada 1989, saya langsung turut bangga karena nama tokoh bulutangkis nasional menjadi nama tropi layaknya Thomas Cup yang mengambil nama tokoh bulutangkis Inggris. Kebanggaan yang saya yakin dirasakan oleh ayah saya meski ia telah wafat pada Juli 1984.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun