DUNIA PENDIDIKAN KITA SEKARANG
                                                     Oleh : Arif Setyo Dwi Pambudi (Mahasiswa Pasca Sarjana MPI IAIN Surakarta)Â
Secara formal, UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, dan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dinyatakan bahwa guru adalah tenaga profesional, serta disyaratkan memiliki kualifikasi akademik S-1 (strata satu) atau D-4 (diploma empat) dalam bidang yang relevan dengan mata pelajaran yang diampunya dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran. Kualifikasi akademik ini dibuktikan dengan ijazah, sedangkan relevansi dibuktikan dengan kesesuaian antara bidang pendidikan yang dimiliki dan mata pelajaran yang diampu di sekolah. Sementara itu, persyaratan penguasaan kompetensi sebagai agen pembelajaran (yang meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesianal, dan kompetensi sosial) dibuktikan dengan sertifikat sebagai pendidik.
Berjalan dengan bertahap, kualifikasi akademik guru berijazah S1 merupakan titik tolak peningkatan kualitas guru. Kualifikasi akademik harus terpenuhi terlebih dahulu. Selanjutnya sertifikasi dapat dilaksanakan bagi guru dalam jabatan yang telah berijazah S1/D4, dengan pertimbangan relevansi praktek pengajarannya di sekolah. Bagi guru yang mismatch, dapat memilih apakah akan mengikuti sertifikasi sebagaimana bidang akademik S1-nya atau sesuai bidang pelajaran yang diampu di sekolah.
Menanggapi kebijakan kualifikasi akademik guru harus S1 pada tahun 2015, sekarang sudah tahun 2017. Ada banyak permasalahan yang muncul akibat kualifikasi akademik tersebut yaitu: a) banyak guru yang belum memiliki ijasah S-1. b) meski mereka diberi kesempatan utuk menyesuaikan tingkat pendidikan S1, akan tetapi masih banyak guru yang tidak ingin melanjutkan pendidikan S-1 nya dikarenakan berbagai faktor. c) Â bila guru adalah lulusan tingkat sarjana, maka penggajian guru perlu disesuaikan. Bila gaji mereka tetap kecil, siapa yang mau? Apalagi setelah mengeluarkan biaya besar untuk kuliah.
Problem yang dihadapi sekarang di Indonesia adalah, guru yang belum memiliki kualifikasi S-1 adalah guru-guru yang pengabdiannya  sudah sangat lama, mungkin ada yang sudah 10 atau bahkan 20 tahun. mereka mengabdi kepada sekolah/madrasah dengan tujuan ingin mengentaskankebodohan  ilmu pengetahuan generasi yang akan datang. disisi lain mereka enggan mengikuti program perkuliahan S-1 dikarenakan berbagai faktor, yaitu usia mereka yang sudah tidak muda lagi, lebih baik menguliahkan anak dari pada menguliahkan diri mereka sendiri. dan faktor kebutuhan yang meningkat setiap harinya, lebih baik mencukupi kebutuhan sehari-hari dari pada membiayai kuliah, dsb.
Problem lain yang muncul adalah, para pemuda/pemudi harapan bangsa yang sudah lulus S-1 terutamanya bidang ilmu pendidikan. banyak yang enggan mengabdi ke lembaga pendidikan dikarenakan honor yang mereka terima tidak mencukupi kebutuhannya. rata-rata honor yang mereka terima adalah berkisar 150 ribu sampai 250 ribu per bulan. gaji yang begitu  kecilnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pasti tidaklah cukup. mereka memilih untuk bekerja pada perusahaan, buruh pabrik, berdagang sayur, tukang fotocopy, wirausaha, dll. dikarenakan gaji yang mereka terima dalam bekerja seperti itu lebih menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan dari pada mengabdi menjadi guru.  Sehingga ilmu yang mereka peroleh di S-1, hanya bisa ia tularkan kepada dirinya sendiri dan keluarga saja, bukan ke masyarakat umum. Itulah problem pendidikan kita sekarang, anak muda sekarang banyak yang enggan mengabdi dan berjuang pada sekolah/madrasah untuk mengajar dengan honor yang amat minim tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H