Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, kontributor teratas dari sektor manufaktur adalah industri makanan dan minuman (6,66%) serta industri kimia, farmasi, dan obat tradisional (1,96%). Dengan total kontribusi PDB sebesar 8,62% dari dua industri tersebut,Â
Kementerian Perindustrian mendorong pembangunan lebih jauh, terutama kaitannya dengan permintaan pangan dan minyak asiri. Survei yang dilakukan terhadap 6.000 responden pada tanggal 6-20 Oktober 2020 oleh Mondelez Indonesia menunjukkan bahwa 60 persen masyarakat Indonesia mengonsumsi lebih banyak makanan ringan selama pandemi.Â
Industri manufaktur berkontribusi besar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan laporan BPS sebesar 7,07% di kuartal kedua 2021, dengan pertumbuhan 6,91% meski ada tekanan dari pandemi COVID-19. Sedangkan di kuartal ketiga 2021 mengalami penurunan, industri manufaktur  tumbuh 3,68% dan menyumbang 0,75% terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.Â
Badan Pusat Statistik mencatat ada 131,05 juta penduduk Indonesia yang bekerja per Agustus 2021. Jika dilihat dari lapangan pekerjaannya, industri pengolahan dan manufaktur mengalami peningkatan jumlah pekerja tertinggi dalam periode tersebut.
Sumber daya manusia menjadi faktor penting dalam pertumbuhan Industri. Setiap perusahaan tak lepas dari sejumlah permasalahan. Salah satunya terletak pada SDM. Persaingan dunia industri di negara ini tidak akan maju apabila Sumber Daya Manusia (SDM) sulit berkembang. Â
Dalam menghadapi dunia usaha yang semakin kompetitif, dibutuhkan karyawan dalam organisasi yang memiliki kinerja yang melebihi deskripsi pekerjaan atau kewajiban formal mereka sebagai sumber vital dari efektifitas organisasi (Noruzy, Shatery, Rezazadeh, & Shirokouhi, 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan lembaga riset di Indonesia terhadap pekerja sektor industri pada tahun 2021 memaparkan temuan banyaknya pekerja yang tidak menunjukkan perilaku ekstra peran pada saat bekerja. 23,3 persen memiliki OCB tinggi, 16,6 persen sedang, sisanya 60,1 persen tergolong memiliki OCB rendah.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali diperkenalkan oleh Organ et al tahun 1988. Konsep yang sama juga telah dikenalkan oleh Bamard (1938) yang disebut kerelaan bekerja sama (Willingness to Coorporate).Â
Perilaku ekstra peran atau OCB (Organizational Citizenship Behavior) merupakan kontribusi individu yang melebihi job description. Rendahnya perilaku OCB pekerja industri di negara ini disebabkan beban kerja yang melelahkan dari job description masing-masing karyawan.Â
Mayoritas pekerja mengeluhkan jumlah target yang harus dicapai oleh pihak perusahaan. Ketidakberhasilan dalam mencapai target dapat disebabkan karena rendahnya kerja sama dengan rekan kerja, kerja sama diperlukan agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat melebihi apa yang diharapkan perusahaan.