Apa yang bisa kita bayangkan di tahun 2045, saat mendengar berita ratusan ribu anak terpapar judi online? Dalam rentan waktu tiga tahun terakhir, peminat judi online anak-anak kita meningkat 300 persen. PPATK mencatat sepanjang 2024, ada 197.540 anak bertransaksi dalam judi daring. Transaksinya cukup fantastis, 2,2 juta kali, dan dengan nilai 293,4M.
Presiden Jokowi memang telah membentuk satgas pemberantasan judi daring di juni 2024. Namun apakah cukup memberantas judi daring, mengatasi dan memulihkan anak-anak kita dari jerat judi daring ini?
Dunia sudah berlari cepat. Teknologi digital sudah menjadi trend di masa sekarang. Transaksi hampir semua sudah memakai online. Orang bisa dengan mudah bertransaksi secara online. Pinjaman online begitu banyak bak jamur tumbuh di musim hujan.
Di era digital seperti sekarang, kita perlu "cerdas" dan memahami literasi keuangan digital dengan baik. Bagi orang dewasa, dengan syarat dan ketentuan pinjaman dan juga perkiraan kebutuhan dan pendapatan mungkin bukan hal yang sulit. Tetapi bagi anak-anak yang baru memulai berselancar ke dunia digital, kebutuhan mereka mengakses keuangan dan mendapatkan uang terlampau menggiurkan.
Inilah gambaran sederhana bagi seorang anak yang menginginkan apa yang ia mau bisa ia dapatkan dengan modal minimal. Bayangkan ketika dengan rayuan modal sepuluh ribu hingga lima puluh ribu, seorang anak bisa memenangkan judi online 500.000 hingga berpuluh juta.
Teknologi Sebagai Pintu MasukÂ
Teknologi pada kasus judi online adalah pintu masuk yang digunakan para pemilik judol untuk merayu dan menjerat anak-anak kita. Melalui ponsel pintar mereka, anak-anak bisa dengan cepat mengklik dan bermain dalam judol saat situs game online, maupun situs google yang bisa muncul kapan saja.
Para bandar judi online sudah menyiapkan piranti yang canggih yang bisa menjerat para pelaku judol dari orang dewasa hingga anak-anak. Maklum keadaan ekonomi yang tidak stabil, semakin sulitnya lapangan kerja, hingga mahalnya harga-harga menuntut rakyat harus memutar otak lebih keras lagi untuk menghadapi dunia yang serba sulit seperti sekarang.
Hadirnya ponsel pintar mau tidak mau  menjadi ruang baru untuk membentuk dunia baru baik dari segi sosial, ekonomi hingga aspek kebudayaan. Orang makin individual, komunitas sosial semakin pudar, dan interaksi masyarakat semakin berkurang. Situasi ini membuat anak muda, anak-anak kita terjebak dalam dunia hiperrealitas termasuk dunia digital. Akibatnya ketika kebutuhan pokok tidak bisa dipenuhi, mereka akan lari ke dunia digital termasuk judol yang dianggap sebagai solusi pintas menyelesaikan masalah mereka.
Dalam sudut pandang anak-anak, judol ini seperti angin surga untuk jalan memenuhi apa yang mereka pinta yang tidak didapatkan dari orangtua. Dengan modal sedikit, anak-anak tergiur oleh uang yang besar yang didapat dari judol. Jebakan ini menggiurkan serta tidak ada edukasi yang massif dari  dunia pendidikan yang bisa menghentikan mereka.